TATA BENTUKAN BAHASA
INDONESIA
Bab 1
MORFEN DAN
KATA
A. Morfem
Tata bahasa tradisional tidak mengenal konsep maupun istilah morfem, sebab morfem bukan merupakan satuan dalam sintaksis, dan tidak semua morfem mempunyai makna secara filosofis.
1. Identifikasi Morfem
Untuk menentukan sebuah satuan bentuk adalah morfem atau bukan, kita harus membandingkan bentuk tersebut di dalam kehadirannya dengan bentuk-bentuk lain. Kalau bentuk tersebut ternyata bisa hadir secara berulang-ulang dengan bentuk lain, maka bentuk tersebut adalah sebuah morfem. Sebagai contoh kita ambil bentuk /kedua/. Ternyata bentuk /kedua/ dapat kita banding-bandingkan dengan bentuk-bentuk sebagai berikut:
Tata bahasa tradisional tidak mengenal konsep maupun istilah morfem, sebab morfem bukan merupakan satuan dalam sintaksis, dan tidak semua morfem mempunyai makna secara filosofis.
1. Identifikasi Morfem
Untuk menentukan sebuah satuan bentuk adalah morfem atau bukan, kita harus membandingkan bentuk tersebut di dalam kehadirannya dengan bentuk-bentuk lain. Kalau bentuk tersebut ternyata bisa hadir secara berulang-ulang dengan bentuk lain, maka bentuk tersebut adalah sebuah morfem. Sebagai contoh kita ambil bentuk /kedua/. Ternyata bentuk /kedua/ dapat kita banding-bandingkan dengan bentuk-bentuk sebagai berikut:
- kedua
- ketiga
- kelima
- ketujuh
Ternyata juga semua bentuk ke pada daftar di atas
dapat disegmentasikan sebagai satuan tersendiri dan yang mempunyai makna yang
sama, yaitu menyatakan tingkat atau derajat. Dengan demikian bentuk ke pada
daftar di atas, karena merupakan bentuk terkecil yang berulang-ulang dan
mempunyai makna yang sama, bisa disebut sebuah morfem. Jadi, kesamaan arti atau
kesamaan bentuk merupakan ciri atau identitas sebuah morfem.
Dalam studi morfologi suatu satuan bentuk yang berstatus sebagai morfem biasanya dilambanhkan dengan mengapitnya di antara kurung kurawal. Misalnya, kata Indonesia mesjid dilambangkan sebagai {mesjid}; kata kedua dilambangkan menjadi {ke} + {dua}, atau bisa juga ({ke} + {dua})
2. Morf dan Alomorf
Sudah disebutkan bahwa morfem adalah bentuk yang sama yang terdapat berulang-ulang dalam satuan bentuk lain. Sekarang perhatikan deretan bentuk berikut:
Dalam studi morfologi suatu satuan bentuk yang berstatus sebagai morfem biasanya dilambanhkan dengan mengapitnya di antara kurung kurawal. Misalnya, kata Indonesia mesjid dilambangkan sebagai {mesjid}; kata kedua dilambangkan menjadi {ke} + {dua}, atau bisa juga ({ke} + {dua})
2. Morf dan Alomorf
Sudah disebutkan bahwa morfem adalah bentuk yang sama yang terdapat berulang-ulang dalam satuan bentuk lain. Sekarang perhatikan deretan bentuk berikut:
- melihat
- menyanyi
- merasa
- menyikat
- membawa
- menggali
- membantu
- menggoda
- mendengar
- mengelas
- menduda
- mengetik
Kita lihat ada bentuk-bentuk yang mirip atau hampir
sama, tetapi kita juga tahu bahwa maknanya juga sama. Bentuk-bentuk itu adalah
me- pada melihat dan merasa, mem- pada membawa dan membantu, men- pada
mendengar dan menduda, meny- pada menyanyi dan menyikat, meng- pada menggali dan
menggoda, menge- pada mengelas dan mengetik.
Pertanyaan kita sekarang apakah me-, mem-, men-,
meny-, meng-, dan menge- itu sebuah morfem atau bukan, sebab meski maknanya
sama tetapi bentuknya tidak persis sama. Pertanyaan itu bisa dijawab bahwa
keenam bentuk itu adalah sebuah morfem, sebab meskipun bentuknya tidak persis
sama, tetapi perbedaannya dapat dijelaskan secara fonologis.
Bentuk me- berdistribusi antara lain pada bentuk
dasar yang fonem awalnya konsonan /l/ dan /r/; bentuk mem- berdistribusi pada
bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan /b/ dan /p/; bentuk men- berdistribusi
pada bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan /d/ dan /t/; bentuk meny-
berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan /s/; bentuk meng-
berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan /g/ dan /k/; bentuk
menge- berdistribusi pada bentuk dasar yang ekasuku.
Bentuk-bentuk realisasi yang berlainan dari morfem yang sama ini disebut alomorf. Jadi, setiap morfem tentu mempunyai alomorf, enrah satu, entah dua, atau juga enam buah seperti yang tampak pada data di atas. Selain itu, bisa juga dikatakan morf dan alomorf adalah dua buah nama untuk sebuah bentuk yang sama. Morf adalah nama untuk semua bentuk yang belum diketahui statusnya; sedangkan alomorf adalah nama untuk bentuk tersebut kalau sudah diketahui status morfemnya.
Sehubungan dengan alomorf me-, mem-, men-, meny-, meng- , menge- muncul masalah apa nama morfem untuk alomorf-alomorf itu? dalam tata bahasa tradisional nama yang digunakan adalah awalan me- dengan penjelasan, awalan me- ini akan mendapat sengau sesuai dengan lingkungannya. Dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia dipilih alomorf meng- sebagai nama morfem itu, dengan alasan alomorf meng- paling banyak distribusinya.
3. Klasifikasi Morfem
Morfem-morfem dalam setiap bahasa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria. Antara lain berdasarkan keberadaanya, keutuhannya, maknanya, dan sebagainya. Berikut ini akan dibicarakan secara singkat.
a. Morfem Bebas dan Morfem Terikat
Yang dimaksud dengan morfem bebas adalah morfem yang tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul dalam pertuturan. Dalam bahasa Indonesia, misalnya, bentuk pulang, makan, rumah, dan bagus adalah termasuk morfem bebas. Sebaliknya, yang dimaksud morfem terikat adalah morfem yang tanpa digabung dulu denganmorfem lain tidak dapat muncul dalam pertuturan. Semua afiks dalam bahasa Indonesia adalah morfem terikat.
Berkenaan dengan morfem terikat ini dalam bahasa Indonesia ada beberapa hal yang perlu dikemukakan, yaitu:
Bentuk-bentuk realisasi yang berlainan dari morfem yang sama ini disebut alomorf. Jadi, setiap morfem tentu mempunyai alomorf, enrah satu, entah dua, atau juga enam buah seperti yang tampak pada data di atas. Selain itu, bisa juga dikatakan morf dan alomorf adalah dua buah nama untuk sebuah bentuk yang sama. Morf adalah nama untuk semua bentuk yang belum diketahui statusnya; sedangkan alomorf adalah nama untuk bentuk tersebut kalau sudah diketahui status morfemnya.
Sehubungan dengan alomorf me-, mem-, men-, meny-, meng- , menge- muncul masalah apa nama morfem untuk alomorf-alomorf itu? dalam tata bahasa tradisional nama yang digunakan adalah awalan me- dengan penjelasan, awalan me- ini akan mendapat sengau sesuai dengan lingkungannya. Dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia dipilih alomorf meng- sebagai nama morfem itu, dengan alasan alomorf meng- paling banyak distribusinya.
3. Klasifikasi Morfem
Morfem-morfem dalam setiap bahasa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria. Antara lain berdasarkan keberadaanya, keutuhannya, maknanya, dan sebagainya. Berikut ini akan dibicarakan secara singkat.
a. Morfem Bebas dan Morfem Terikat
Yang dimaksud dengan morfem bebas adalah morfem yang tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul dalam pertuturan. Dalam bahasa Indonesia, misalnya, bentuk pulang, makan, rumah, dan bagus adalah termasuk morfem bebas. Sebaliknya, yang dimaksud morfem terikat adalah morfem yang tanpa digabung dulu denganmorfem lain tidak dapat muncul dalam pertuturan. Semua afiks dalam bahasa Indonesia adalah morfem terikat.
Berkenaan dengan morfem terikat ini dalam bahasa Indonesia ada beberapa hal yang perlu dikemukakan, yaitu:
- Pertama,
bentuk-bentuk seperti juang, henti, gaul, dan baur juga termasuk morfem
terikat, karena bentuk-bentuk tersebut, meskipun bukan afiks, tidak dapat
muncul dalam pertuturan tanpa terlebih dahulu mengalami proses morfologi
seperti afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Bentuk-bentuk ini lazim
disebut prakategorial.
- Kedua,
menurut konsep Verhaar (1978) bentuk-bentuk seperti baca, tulis, dan
tendang juga termasuk bentuk prakategorial, karena bentuk-bentuk tersebut
baru merupakan ”pangkal” kata, sehingga baru bisa muncul dalam pertuturan
sesudah mengalami proses morfologi. Kemudian timbul pertanyaan, bukankah
tanpa imbuhan apa-apa bentuk tersebut dapat muncul dalam kalimat
imperatif? Menurut Verhaar, kalimat imperatif adalah kalimat ubahan dari
kalimat deklaratif. Dalam kalimat deklaratif aktif harus digunakan prefiks
inflektif me-, dalam kalimat deklaratif pasif harus digunakan prefiks
inflektif di- atau ter-; sedangkan dalam kalimat imperatif, juga dalam
kalimat pasitif, harus digunakan prefiks inflektif Ø.
- Ketiga,
bentuk-bentuk seperti renta (yang hanya muncul dalam tua renta), kerontang
(yang hanya muncul dalam kering kerontang), dan bugar (yang hanya muncul
dalam segar bugar) juga termasuk morfem terikat. Lalu, karena hanya bisa
muncul dalam pasangan tertentu, maka bentuk-bentuk tersebut disebut juga
morfem unik.
- Keempat,
bentuk-bentuk yang termasuk preposisi dan konjungsi, seperti ke, dari,
pada, dan, kalau, dan atau secara morfologis termasuk morfem bebas tetapi
secara sintaksis merupakan bentuk terikat.
- Kelima,
yang disebut klitika merupakan morfem yang agak sukar ditentukan
statusnya, apakah terikat atau bebas. Klitika adalah bentuk-bentuk
singkat, biasanya hanya satu silabel, secara fonologis tidak mendapat
tekanan, kemungkinan dalam pertuturan selalu melekat pada bentuk lain,
tetapi dapat dipisahkan. Menurut posisinya, klitika biasanya dibedakan
atas proklitika dan enklitika. Yang dimaksud dengan proklitika adalah
klitika yang berposisi di muka kata yang diikuti, seperti ku dan kau pada
konstruksi kubawa dan kauambil. Sedangkan enklitika adalah klitika yang
berposisi di belakang kata yang dilekati seperti -lah, -nya, dan -ku pada
konstruksi dialah, duduknya, dan nasibku.
b. Morfem Utuh dan Morfem Terbagi
Semua morfem dasar bebas yang dibicarakan di atas adalah termasuk morfem utuh, seperti {meja}, {kursi}, {kecil}, {lau}, dan {pinsil}. Begitu juga dengan sebagian morfem terikat, seperti {ter-}, {ber-}, {henti}, dan {juang}. Sedangkan morfem terbagi adalah sebuah morfem yang terdiri dari dua buah bagian yang terpisah. Umpamanya pada kata Indonesia kesatuan terdapat satu morfem utuh yaitu {satu} dan satu morfem terbagi yaitu {ke-/-an}; perbuatan terdiri dari satu morfem utuh {buat} dan satu morfem terbagi yaitu {per-/-an}.
Dalam bahasa Arab dan juga bahasa Ibrani, semua morfem akar verba adalah morfem terbagi, yang terdiri atas tiga buah konsonan yang dipisahkan oleh tiga buah vokal, yang merupakan morfem terikat yang terbagi pula. Misalnya morfem akar terbagi {k-t-b} ’tulis’ merupakan dasar untuk kata-kata:
- kataba
’ia (laki-laki) menulis’
- katabat
’ia (perempuan) menulis’
- katabta
’engkau (laki-laki) menulis’
- katabti
’engkau (perempuan) menulis’
- katabtu
’saya menulis’
- maktabun
’kantor, toko buku, perpustakaan’
Sehubungan dengan morfem terbagi ini, untuk bahasa
Indonesia ada catatan yang perlu diperhatikan, yaitu:
- Pertama,
semua afiks yang disebut konfiks seperti {ke-/-an}, {ber-/-an},
{per-/-an}, dan {pe-/-an} adalah termasuk morfem terbagi. Namun bentuk
{ber-/-an} bisa merupakan konfiks pada bermunculan ’banyak yang tiba-tiba
muncul’, dan bermusuhan ’saling memusuhi’, tetapi bisa juga bukan konfiks,
seperti pada beraturan ’mempunyai aturan’ dan berpakaian ’mengenakan
pakaian’. Untuk menentukan apakah bentuk {ber-/-an} konfiks atau bukan,
harus diperhatikan makna gramatikal yang disandangnya.
- Kedua,
dalam bahasa Indonesia ada afiks yang disebut infiks, yakni afiks yang
disisipkan di tengah morfem dasar. Misalnya, infiks {-er-} pada kata
gerigi, infiks {-el-} pada kata pelatuk, dan infiks {-em-} pada kata
gemetar. Memang dalam bahasa Indonesia infiks ini tidak produktif, tetapi
dalam bahasa Sunda morfem infiks ini sangat produktif, artinya bisa
dikenakan pada kata apa saja.
c. Morfem Segmental dan Suprasegmental
Perbedaan morfem segmental dan suprasegmental berdasarkan jenis fonem yang membentuknya. Morfem segmental adalah morfem yang dibentuk oleh fonem-fonem segmental seperti morfem {lihat}, {lah}, {sikat}, dan {ber}. Jadi semua morfem yang berwujud bunyi adalah morfem segmental. Sedangkan morfem suprasegmental adalah morfem yang dibentuk oleh unsur-unsur suprasegmenntal seperti tekanan, nada, durasi, dan sebagainya. Misalnya, dalam bahasa Ngbaka di Kongo Utara di benua Afrika, setiap verba selalu disertai dengan petunjuk kala (tense) yang berupa nada.
d. Morfem Beralomorf Zero
Dalam linguistik deskriptif, ada konsep mengenai morfem beralomorf zero atau nol (lambangnya berupa Ø), yaitu morfem yang salah satu alomorfnya tidak berwujud bunyi segmental maupun berupa prosodi (unsur suprasegmental), melainkan berupa ”kekosongan”.
Perbedaan morfem segmental dan suprasegmental berdasarkan jenis fonem yang membentuknya. Morfem segmental adalah morfem yang dibentuk oleh fonem-fonem segmental seperti morfem {lihat}, {lah}, {sikat}, dan {ber}. Jadi semua morfem yang berwujud bunyi adalah morfem segmental. Sedangkan morfem suprasegmental adalah morfem yang dibentuk oleh unsur-unsur suprasegmenntal seperti tekanan, nada, durasi, dan sebagainya. Misalnya, dalam bahasa Ngbaka di Kongo Utara di benua Afrika, setiap verba selalu disertai dengan petunjuk kala (tense) yang berupa nada.
d. Morfem Beralomorf Zero
Dalam linguistik deskriptif, ada konsep mengenai morfem beralomorf zero atau nol (lambangnya berupa Ø), yaitu morfem yang salah satu alomorfnya tidak berwujud bunyi segmental maupun berupa prosodi (unsur suprasegmental), melainkan berupa ”kekosongan”.
- Bentuk
tunggal : I have a book ; I have a sheep
- Bentuk
jamak : I have two books ; I have two sheep
- Kata
kini : They call me; They hit me
- Kata
lampau : They called me ; They hit me
Bentuk tunggal untuk book adalah books dan bentuk jamaknya adalah books; bentuk tunggal untuksheep adalah sheep dan bentuk jamaknya adalah sheep juga. Karena bentuk jamak untuk books terdiri dari dua buah morfem, yaitu morfem {book} dan morfem {-s}, maka dipastikan bentuk jamak untuk sheepadalah morfem {sheep} dan morfem {Ø}. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa {Ø} merupakan salah satu alomorf dari morfem penanda jamak dalam bahasa Inggris.
e. Morfem Bermakna Leksikal dan Morfem tak Bermakna Leksikal
Morfem bermakna leksikal adalah morfem-morfem yang secara inheren telah memiliki makna pada dirinya sendiri, tanpa dulu berproses dengan morfem lain. Misalnya, {kuda}, {lari}, dan {merah}. Sebaliknya, morfem tak bermakna leksikal tidak mempunyai makna apa-apa pada dirinya sendiri. Misalnya, afiks {ber-}, {me-}, dan {ter-}.
4. Morfem Dasar, Dasar, Pangkal, dan Akar
Sebuah morfem dasar dapat menjadi sebuah bentuk dasar atau dasar (base) dalam suatu proses morfologi. Artinya, bisa diberi afiks tertentu dalam proses afiksasi, bisa diulang dalam suatu proses reduplikasi, atau bisa digabung dengan morfem lain dalam suatu proses morfologi.
Istilah pangkal (stem) digunakan untuk menyebut bentuk dasar dalam proses infleksi, atau proses pembubuhan afiks infleksi. Misalnya, dalam bahasa Inggris kata books pangkalnya adalah book. Dalam bahasa Indonesia, kata menangisi pangkalnya adalah tangisi.
Akar atau (root) digunakan untuk menyebut bentuk yang tidak dapat dianalisis lebih jauh lagi. Misalnya, kata Inggris untouchables akarnya adalah touch.
B. Kata
Yang ada dalam tata bahasa tradisional sebagai satuan lingual yang selalu dinicarakan adalah kata. Apakah kata itu, bagaimana kaitannya dengan morfem, bagaimana klasifikasinya, serta bagaimana pembentukannya, akan dibicarakan berikut ini.
1. Hakikat Kata
Menurut para tata bahasawan tradisional, kata adalah satuan bahasa yang memiliki satu pengertian; atau kata adalah deretan huruf yang diapit oleh dua buah spasi, dan mempunyai satu arti. Para tata bahasawan struktural, terutama penganut aliran Bloomfield, tidak lagi membicarakan kata sebagai satuan lingual; dan menggantinya dengan satuan yang disebut morfem. Tidak dibicarakannya hakikat kata secara khusus oleh kelompok Bloomfield karena dalam analisis bahasa, mereka melihat hierarki bahasa sebagai: fonem, morfem, dan kalimat.
2. Klasifikasi Kata
Para tata bahasawan tradisional menggunakan kriteria makna dan kriteria fungsi dalam mengklasifikasikan kata. Kriteria makna digunakan untuk mengidentifikasikan kelas verba, nomina, dan ajektifa; sedangkan kriteria fungsi digunakan untuk mengidentifikasikan preposisi, konjungsi, asverbia, pronomina, dan lain-lainnya. Yang disebut verba adalah kata yang menyatakan tindakan atau perbuatan; yang disebut nomina adalah kata yang menyatakan benda atau yang dibendakan; konjungsi adalah kata yang berfungsi untuk menghubungkan kata dengan kata.
Para tata bahasawan strukturalis membuat klasifikasi kata berdasarkan distribusi kata itu dalam suatu struktur atau konstruksi. Misalnya, yang disebut nomina adalah kata yang dapat berdistribusi di belakang kata bukan; verba adalah kata yang dapat berdistribusi di belakang kata tidak; sedangkan ajektifa adalah kata yang dapat berdistribusi di belakang kata sangat.
3. Pembentukan Kata
Untuk dapat digunakan dalam suatu kalimat, maka setiap bentuk dasar, terutama dalam bahasa fleksi dan aglutunasi, harus dibentuk lebih dahulu menjadi sebuah kata gramatikal melalui proses afiksasi, reduplikasi, maupun komposisi.
a. Inflektif
Kata-kata dalam bahasa berfleksi, seperti bahasa Arab, bahasa Latin, dan bahasa Sansekerta, untuk dapat digunakan di dalam kalimat harus disesuaikan dulu bentuknya dengan kategori-kategori gramatikal yang berlaku dalam bahasa itu. perubahan atau penyesuaian bentuk pada verba disebut konyugasi, dan perubahan atau penyesuaian pada nomina dan ajektifa disebut deklinasi.
b. Deviratif
Pembentukan kata secara inflektif tidak membentuk kata baru atau kata lain yang berbeda identitasnya dengan bentuk dasarnya; sedangkan pembentukan kata secara deviratif membentuk kata baru atau kata yang bentuk leksikalnya tidak sama dengan bentuk dasarnya. Misalnya, dari kata Inggris sing ’menyanyi’ terbentuk kata singer ’penyanyi’. Antara sing dan singer berbeda identitas leksikalnya, sebab selain maknanya berbeda, kelasnya juga berbeda; sing berkelas verba sedangkan singer berkelas nomina.
3. Proses Morfemis
Berikut ini akan dibicarakan proses-proses morfemis yang berkenaan dengan afiksasi, reduplikasi, komposisi, konversi, dan modifikasi intern.
a. Afiksasi
Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah bentuk dasar. Dalam proses ini terlibat unsur-unsur (1) bentuk dasar, (2) afiks, dan (3) makna gramatikal yang dihasilkan. Afiks adalah sebuah bentuk, biasanya berupa morfem terikat, yang diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata.
Dilihat dari posisi melekatnya pada bentuk dasar dibedakan adanya prefiks, infiks, konfiks, interfiks, dan transfiks.
Yang ada dalam tata bahasa tradisional sebagai satuan lingual yang selalu dinicarakan adalah kata. Apakah kata itu, bagaimana kaitannya dengan morfem, bagaimana klasifikasinya, serta bagaimana pembentukannya, akan dibicarakan berikut ini.
1. Hakikat Kata
Menurut para tata bahasawan tradisional, kata adalah satuan bahasa yang memiliki satu pengertian; atau kata adalah deretan huruf yang diapit oleh dua buah spasi, dan mempunyai satu arti. Para tata bahasawan struktural, terutama penganut aliran Bloomfield, tidak lagi membicarakan kata sebagai satuan lingual; dan menggantinya dengan satuan yang disebut morfem. Tidak dibicarakannya hakikat kata secara khusus oleh kelompok Bloomfield karena dalam analisis bahasa, mereka melihat hierarki bahasa sebagai: fonem, morfem, dan kalimat.
2. Klasifikasi Kata
Para tata bahasawan tradisional menggunakan kriteria makna dan kriteria fungsi dalam mengklasifikasikan kata. Kriteria makna digunakan untuk mengidentifikasikan kelas verba, nomina, dan ajektifa; sedangkan kriteria fungsi digunakan untuk mengidentifikasikan preposisi, konjungsi, asverbia, pronomina, dan lain-lainnya. Yang disebut verba adalah kata yang menyatakan tindakan atau perbuatan; yang disebut nomina adalah kata yang menyatakan benda atau yang dibendakan; konjungsi adalah kata yang berfungsi untuk menghubungkan kata dengan kata.
Para tata bahasawan strukturalis membuat klasifikasi kata berdasarkan distribusi kata itu dalam suatu struktur atau konstruksi. Misalnya, yang disebut nomina adalah kata yang dapat berdistribusi di belakang kata bukan; verba adalah kata yang dapat berdistribusi di belakang kata tidak; sedangkan ajektifa adalah kata yang dapat berdistribusi di belakang kata sangat.
3. Pembentukan Kata
Untuk dapat digunakan dalam suatu kalimat, maka setiap bentuk dasar, terutama dalam bahasa fleksi dan aglutunasi, harus dibentuk lebih dahulu menjadi sebuah kata gramatikal melalui proses afiksasi, reduplikasi, maupun komposisi.
a. Inflektif
Kata-kata dalam bahasa berfleksi, seperti bahasa Arab, bahasa Latin, dan bahasa Sansekerta, untuk dapat digunakan di dalam kalimat harus disesuaikan dulu bentuknya dengan kategori-kategori gramatikal yang berlaku dalam bahasa itu. perubahan atau penyesuaian bentuk pada verba disebut konyugasi, dan perubahan atau penyesuaian pada nomina dan ajektifa disebut deklinasi.
b. Deviratif
Pembentukan kata secara inflektif tidak membentuk kata baru atau kata lain yang berbeda identitasnya dengan bentuk dasarnya; sedangkan pembentukan kata secara deviratif membentuk kata baru atau kata yang bentuk leksikalnya tidak sama dengan bentuk dasarnya. Misalnya, dari kata Inggris sing ’menyanyi’ terbentuk kata singer ’penyanyi’. Antara sing dan singer berbeda identitas leksikalnya, sebab selain maknanya berbeda, kelasnya juga berbeda; sing berkelas verba sedangkan singer berkelas nomina.
3. Proses Morfemis
Berikut ini akan dibicarakan proses-proses morfemis yang berkenaan dengan afiksasi, reduplikasi, komposisi, konversi, dan modifikasi intern.
a. Afiksasi
Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah bentuk dasar. Dalam proses ini terlibat unsur-unsur (1) bentuk dasar, (2) afiks, dan (3) makna gramatikal yang dihasilkan. Afiks adalah sebuah bentuk, biasanya berupa morfem terikat, yang diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata.
Dilihat dari posisi melekatnya pada bentuk dasar dibedakan adanya prefiks, infiks, konfiks, interfiks, dan transfiks.
- Prefiks
: afiks yang diimbuhkan di muka bentuk dasar : me- pada kata menghibur
- Infiks
: afiks yang diimbuhkan di tengah bentuk dasar : -el- pada kata telunjuk
- Sufiks
: afiks yang diimbuhkan di belakang bentuk dasar : -an pada kata bagian
- Konfiks
: afiks yang berupa morfem terbagi yang berposisi di muka dan belakang
bentuk dasar : ke-/-an pada kata keterangan
- Interfiks
sejenis infiks atau elemen penyambung yang muncul dalam proses
penggabungan dua unsur : Stern (unsur 1) + Banner (unsur
2) → Stern.en.banner (bahasa Indo German)
- Transfiks
: sfiks yang berwujud vokal yang diimbuhkan pada keseluruhan dasar : k-t-b
’tulis’ (dasar dalam bahasa Arab) : kitab ’buku’, maktaba ’toko buku’
b. Reduplikasi
Reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar. Dibedakan adanya reduplikasi penuh, seperti meja-meja, reduplikasi sebagian, seperti lelaki, dan reduplikasi dengan perubahan bunyi, seperti bolak-balik. Proses reduplikasi dapat bersifat paradigmatis (infleksional dan dapat pula bersifat devirasional. Reduplikasi yang infleksional tidak mengubah identitas leksikal, melainkan hanya memberi makna gramatikal. Misalnya, meja-meja berarti ’banyak meja’. Yang bersifat devirasioanal membentuk kata baru. Misalnya, kata laba-laba dan pura-pura.
c. Komposisi
Komposisi adalah proses penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar, baik yang bebas maupun yang terikat, sehingga terbentuk sebuah konstruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbeda. Misalnya, lalu lintas, daya juang, dan rumah sakit. Produktifnya proses komposisi dalam bahasa Indonesia menimbulkan berbagai masalah, antara lain masalah kata majemuk, aneksi, dan frase.
Kata majemuk adalah kata yang memiliki makna baru yang tidak merupakan gabungan dari makna unsur-unsurnya. Misalnya, kumis kucing ’sejenis tumbuhan’, mata sapi ’telur yang digoreng tanpa dihancurkan’, dan mata hati.
d. Konversi, Modifikasi Internal, dan Suplesi
Konversi, sering juga disebut devirasi zero, transmutasi, dan transposisi, adalah proses pembentukan kata dari sebuah kata menjadi kata lain tanpa perubahan unsur segmental. Misalnya, kata cangkul dalam kalimat Ayah membeli cangkul baru adalah nomina; sedangkan dalam kalimat Cangkul dulu baik-baik baru ditanami adalah sebuah verba.
Modifikasi internal adalah proses pembentukan kata dengan penambahan unsur-unsur (biasanya berupa vokal) ke dalam morfem yang berkerangka tetap (biasanya berupa konsonan). Misalnya, dalam bahasa Arab morfem dasar dengan kerangka k-t-b ’tulis’.
Reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar. Dibedakan adanya reduplikasi penuh, seperti meja-meja, reduplikasi sebagian, seperti lelaki, dan reduplikasi dengan perubahan bunyi, seperti bolak-balik. Proses reduplikasi dapat bersifat paradigmatis (infleksional dan dapat pula bersifat devirasional. Reduplikasi yang infleksional tidak mengubah identitas leksikal, melainkan hanya memberi makna gramatikal. Misalnya, meja-meja berarti ’banyak meja’. Yang bersifat devirasioanal membentuk kata baru. Misalnya, kata laba-laba dan pura-pura.
c. Komposisi
Komposisi adalah proses penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar, baik yang bebas maupun yang terikat, sehingga terbentuk sebuah konstruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbeda. Misalnya, lalu lintas, daya juang, dan rumah sakit. Produktifnya proses komposisi dalam bahasa Indonesia menimbulkan berbagai masalah, antara lain masalah kata majemuk, aneksi, dan frase.
Kata majemuk adalah kata yang memiliki makna baru yang tidak merupakan gabungan dari makna unsur-unsurnya. Misalnya, kumis kucing ’sejenis tumbuhan’, mata sapi ’telur yang digoreng tanpa dihancurkan’, dan mata hati.
d. Konversi, Modifikasi Internal, dan Suplesi
Konversi, sering juga disebut devirasi zero, transmutasi, dan transposisi, adalah proses pembentukan kata dari sebuah kata menjadi kata lain tanpa perubahan unsur segmental. Misalnya, kata cangkul dalam kalimat Ayah membeli cangkul baru adalah nomina; sedangkan dalam kalimat Cangkul dulu baik-baik baru ditanami adalah sebuah verba.
Modifikasi internal adalah proses pembentukan kata dengan penambahan unsur-unsur (biasanya berupa vokal) ke dalam morfem yang berkerangka tetap (biasanya berupa konsonan). Misalnya, dalam bahasa Arab morfem dasar dengan kerangka k-t-b ’tulis’.
- katab
’dia laki-laki menulis’
- maktub
’sudah ditulis’
- maktaba
’toko buku’
Ada sejenis modifikasi internal yang disebut
suplesi. Dalam proses suplesi perubahannya sangat ekstrem karena ciri-ciri
bentuk dasar hampir atau tidak tampak lagi. Misalnya, kata Inggris go yang
menjadi went; atau verba be manjadi was atau were.
e. Pemendekan
Pemendekan adalah proses penanggalan bagian-bagian leksem atau gabungan leksem sehingga menjadi sebuah bentuk singkat, tertapi maknanya tetap sama. Misalnya, bentuk lab (utuhnya laboratorium), hlm (halaman), dan SD (Sekolah Dasar). Pemendekan ini mengahsilkan singkatan. Selain singkatan, ada akronim, yaitu hasil pemendekan yang berupa kata atau dapat dilafalkan sebagai kata. Misalnya, ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia), inpres (instruksi presiden), dan wagub (wakil gurbernur).
4. Morfofonemik
Morfofonemik, disebut juga morfonemik, morfofonologi, atau morfonologi, adalah peristiwa berubahnya wujud morfemis dalam suatu proses morfologi. Misalnya, prefiks me- berubah menjadi mem-, men-, meny-, meng-, dan menge-. Perubahan fonem dalam proses morfofonemik dapat berwujud:
e. Pemendekan
Pemendekan adalah proses penanggalan bagian-bagian leksem atau gabungan leksem sehingga menjadi sebuah bentuk singkat, tertapi maknanya tetap sama. Misalnya, bentuk lab (utuhnya laboratorium), hlm (halaman), dan SD (Sekolah Dasar). Pemendekan ini mengahsilkan singkatan. Selain singkatan, ada akronim, yaitu hasil pemendekan yang berupa kata atau dapat dilafalkan sebagai kata. Misalnya, ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia), inpres (instruksi presiden), dan wagub (wakil gurbernur).
4. Morfofonemik
Morfofonemik, disebut juga morfonemik, morfofonologi, atau morfonologi, adalah peristiwa berubahnya wujud morfemis dalam suatu proses morfologi. Misalnya, prefiks me- berubah menjadi mem-, men-, meny-, meng-, dan menge-. Perubahan fonem dalam proses morfofonemik dapat berwujud:
- Pemunculan
fonem : me- + baca → membaca
- Pelesapan
fonem : sejarah + -wan → sejarawan
- Peluluhan
fonem : me- + sikat → menyikat
- Perubahan
fonem : ber- + ajar → belajar
- Pergeseran
fonem : ja.wab + an → ja.wa.ban
Bab 2
A. PENGERTIAN
MORFOLOGI
Kata
Morfologi berasal dari kata morphologie. Kata morphologie berasal dari bahasa
Yunani “morphe” yang digabungkan dengan “logos”. Morphe berarti bentuk dan
logos berarti ilmu. Bunyi [o] yang terdapat diantara morphed dan logos ialah
bunyi yang biasa muncul diantara dua kata yang digabungkan. Berdasarkan
makna unsur-unsur pembentukannya itu, kata morfologi berarti ilmu tentang
bentuk. Jadi, morfologi adalah suatu ilmu tatabahasa yang mempelajari
tentang seluk beluk bentuk kata.
Dalam
kaitannya dengan kebahasaan, yang dipelajari dalam morfologi ialah bentuk kata.
Selain itu, perubahan bentuk kata dan makna (arti) yang muncul serta perubahan
kelas kata yang disebabkan perubahan bentuk kata itu, juga menjadi objek
pembicaraan dalam morfologi. Dengan kata lain, secara struktural objek
pembicaraan dalam morfologi adalah morfem pada tingkat terendah dan kata pada
tingkat tertinggi.
Itulah sebabnya, dikatakan bahwa morfologi adalah ilmu yang mempelajari seluk
beluk kata (struktur kata) serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata
terhadap makna (arti) dan kelas kata.
Berikut kami sajikan pula pengertian morfologi
menurut para ahli:
Ø Morfologi adalah ilmu bahasa yang
mempelajari seluk beluk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu,
baik fungsi gramatikal maupun fungsi semantik (Ramlan, 1987: 21).
Ø Morfologi adalah bidang linguistik yang
mempelajari morfem dan kombinasi-kombinasinya; bagian dari struktur bahasa yang
mencakup kata dan bagian-bagian kata yakni morfem (Kridalaksana, 1993: 51).
Ø Morfologi adalah bagian dari tatabahasa
yang membicarakan bentuk kata (Keraf, 1984: 51).
Ø Berdasarkan beberapa pendapat tersebut
dapatlah dinyatakan bahwa morfologi adalah bidang linguistik, ilmu bahasa, atau
bagian dari tatabahasa yang mempelajari morfem dan kata beserta fungsi
perubahan-perubahan gramatikal dan semantiknya.
Bila kita terdengar arus ujaran seperti “Dody menyelesaikan pekerjaan itu”.
Bentukan-bentukan yang terdapat dalam arus ujaran di atas semula belum dapat
dipahami maksud dan tujuannya. Setelah kita pisahkan arus ujaran sesuai dengan
bentuknya, maka menjadi Dody menyelesaikan pekerjaan itu. Tapi hasil pemisahan
unsur bentuk kata menyelesaikan dan pekerjaan masih dapat dipecah lagi menjadi
unsur-unsur men-, selesai, kan dan pe-, kerja, -an. Unsur-unsur selesai dan
kerja serta unsur-unsur dody dan itu tidak dapat dipecah lagi. Unsur-unsur
tersebut dapat langsung membina kalimat seperti dody selesai kerja. Pengertian
dalam memecah-mecahkan unsur bentukan inilah yang dipelajari dalam morfologi.
Dan ruang lingkup morfologimencakup morfem, morf, dan alomorf.
B. IDENTIFIKASI
MORFEM
Morfem berasal dari kata “morphe” yang berarti bentuk kata dan “ema” yang
berarti membedakan arti. Jadi sederhananya, morfem itu suatu bentuk terkecil
yang dapat membedakan arti. Berikut pengertian morfem menurut beberapa ahli:
Ø Morfem adalah satuan gramatikal
terkecil yang mempunyai makna (Chaer, 1994: 146).
Ø Morfem adalah satuan bahasa terkecil
yang maknanya secara relatif stabil dan yang tidak dapat dibagi atas bagian
bermakna yang lebih kecil; misalnya (ter-), (di-), (pensil), dan sebagainya
adalah morfem (Kridalaksana, 1993: 141).
Ø Morfem adalah kesatuan yang ikut serta
dalam pembentukan kata dan yang dapat dibedakan artinya (Keraf, 1984: 52).
Ø Berdasarkan beberapa pendapat tersebut
dapatlah disimpulkan bahwa morfem tidak lain adalah satuan bahasa atau gramatik
terkecil yang bermakna, yang dapat berupa imbuhan atau pun kata.
Untuk membuktikan morfem sebagai pembeda makna dapat kita lakukan dengan
menggabungkan morfem itu dengan kata yang mempunyai arti leksikal. Jika
penggabungan itu menghasilkan makna baru, berarti unsur yang digabungkn dengan
kata dasar itu adalah morfem.
Contoh:
· Kata
baik dengan kata membaik, jadi dengan kata menjadi, dan sebagainya. Kata baik
mempunyai arti berbeda dengan kata membaik, karena kata baik terdiri dari satu
morfem, sedangkan kata membaik terdiri dari dua morfem yaitu morfem terikat
berupa me- dan morfem bebas berupa baik. Disini akan berbeda arti yang
terkandung di dalamnya.
· Morfem
–an, -di, me-, ter-, -lah, jika digabungkan dengan kata makan, dapat membentuk
kata makanan, dimakan, memakan, termakan, makanlah, yang mempunyai
makna baru yang berbeda dengan makna kata makan.
Untuk menentukan bahwa sebuah satuan bentuk merupakan morfem ataubukan kita harus membandingkan bentuk tersebut
di dalam bentuk lain. Bila satuanbentuk tersebut dapat hadir secara berulang dan punya makna sama,
maka bentuktersebut merupakan morfem. Dalam studi morfologi, satuan bentuk
yang merupakanmorfem diapit dengan kurung kurawal ({ })
kata kedua menjadi {ke} + {dua}.
C. MORF DAN ALOMORF
1. Morf
Morf adalah anggota morfem yang belum ditentukan
distribusinya. Misalnya/i/ pada kata kenai adalah morf; morf
adalah ujud kongkret atau ujud fonemis dari morfem, misalnya men- adalah ujud
konkret dari meN- yang bersifat abstrak (Kridalaksana, 1993: 141). Jadi,
sederhananya morf itu adalah nama untuk sebuah bentuk yang belum diketahui
statusnya.
2. Alomorf
Alomorf adalah variasi bentuk
morfem terikat yang disebabkan oleh pengaruh lingkungan yang dimasukinya, atau bisa
juga dikatakan nama untuk bentuk tersebut kalau sudah diketahui statusnya.
Dengan kata lain alomorf adalah perwujudan konkret (di dalam penuturan) dari
sebuah morfem. Jadi setiap morfem tentu mempunyai almorf, entah satu, dua, atau
enam buah. Contohnya, morfem: me-, mem- men-, meny-, meng-, dan menge-.
Dalam merumuskan alomorf ini, kita harus tahu lebih dulu morfem terikat apa
yang melekat pada kata dasarnya. Untuk merealisasikan masalah tersebut, maka
harus disesuaikan dengan kaidah-kaidah yang berlaku dalam bahasa Indonesia.
Contoh-contoh alomorf dibawah ini:
· ber-,
ber-
be-
bel-
berjalan
bekerja
belajar
berlari
berenang
-
· me-,
me-
men-
mem-
melacak
mendaki
membeli
melarikan
mencari
mempercayai
meng- meny-
mengoreksi
menyapu
menggoreng
menyanyi
· pe-
pe-
pen-
pem-
pelari
pendatang
pembeli
penyanyi
pencari
pembanjak
peng- pel-
pengemudi
pelajar
pengendara
pelacur dan sebagainya.
Bentuk linguistik di atas dapat berwujud morfem, morf, alomorf, kata, bahkan
ada yang lebih tinggi tatarannya yaitu frasa, klausa dan kalimat. Kelompok
terakhir ini tidak dibicarakan pada bab ini. Oleh sebab itu, bentuk-bentuk
diatas terdiri atas satuan-satuan yang lebih kecil dan masih ada hubungan arti.
D. KLASIFIKASI
MORFEM
1. Apabila
ditinjau dari segi bentuknya dapat dibedakan menjadi:
a. Morfem
Bebas
Morfem bebas adalah morfem yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai arti tanpa
harus dihubungkan dengan morfem lain. Semua kata dasar tergolong sebagai morfem
bebas. Misalnya buku, pensil, meja, rumah dan sebagainya. Contoh-contoh di atas
dikatakan morfem karena merupakan bentuk terkecil yang dapat berdiri sendiri
dan mempunyai arti. Apabila bentuk itu kita pecah lagi, sehingga menjadi bu-
ku, me- ja, pen- sil, ru- mah, dan seterusnya, maka bentuk bu- dan bentuk ku
tidak mempunyai arti. Dengan demikian bentuk buku, meja, pensil dan rumah tidak
dapat dipecah lagi. Bentuk yang demikian itilah yang disebut morfem bebas.
b. Morfem
Terikat
Morfem terikat adalah morfem yang tidak dapat berdiri sendiri dan tidak
mempunyai arti. Makna morfem terikat baru jelas setelah morfem itu dihubungkan
dengan morfem yang lain. Semua imbuhan (awalan, sisipan, akhiran, serta
kombinasi awalan dan akhiran) tergolong sebagai morfem terikat. Selain itu,
unsur-unsur kecil seperti partikel –ku, -lah, -kah, dan bentuk
lain yang tidak dapat berdiri sendiri, juga tergolong sebagai morfem terikat.
v Morfem terikat apabila ditinjau dari
segi tempat melekatnya dapat dibedakan menjadi:
ü Prefiks
(awalan)
: me-,
ber-, ter-, di-, ke-, pe-, per-, se-
ü Infiks
(sisipan)
: -em,
-el, er-
ü Sufiks
(akhiran)
: -an,
-i, -kan, -nya, -man, -wati, -wan, -nda
ü Konfiks (gabungan)
:
ke+an, pe+an, per+an, me+kan, di+kan,
me+per+kan, di+per+kan, me+per+i,
di+per+i, ber+kan, ber+an.
me+per+kan, di+per+kan, me+per+i,
di+per+i, ber+kan, ber+an.
v Morfem terikat apabila ditinjau dari
asal usulnya, maka dapat dibedakan menjadi:
ü Morfem terikat asli bahasa Indonesia ;
lihat contoh-contoh di atas.
ü Morfem terikat dari bahasa asing,
misalnya ;
o Bahasa
Jawa
: tuna, tata, daya, wawan, pramu, sarwa.
o Bahasa
Sansekerta : pra, swa, maha, pri,
wan, man, wati
o Bahasa
Barat
: is, istis, isme, isasi, if, or, om, us, re, de,
di, en, ab, in, eks, mon.
di, en, ab, in, eks, mon.
o Bahasa
Arab
: i, wi, ani, ni, iah, at, mun, mat.
2. Apabila
ditinjau dari segi keutuhaannya dapat dibedakan menjadi:
a. Morfem Utuh, yaitu
morfem yang merupakan satu kesatuan yang utuh.
Misalnya, meja, kursi, rumah, henti, juang, dan sebagainya.
Misalnya, meja, kursi, rumah, henti, juang, dan sebagainya.
b. Morfem Terbagi, yaitu
morfem yang merupakan dua bagian yang terpisah atau terbagi. Misalnya, pada
kata satuan (satu) merupakan morfem utuh dan (ke-/-an) adalah
morfem terbagi. Semua afiks dalam bahasa Indonesia termasuk morfem terbagi.
3. Apabila
ditinjau dari segi maknanya dapat dibedakan menjadi:
a. Morfem Bermakna Leksikal, yaitu morfem-morfem yang secara inher telah memiliki
makna pada dirinya sendiri, tanpa perlu berproses dengan morfem lain. Misalnya,
morfem-morfem seperti (kuda), (pergi), (lari), dan sebagainya adalah morfem
bermakna leksikal. Morfem-morfem seperti itu sudah dapat digunakan secara bebas
dan mempunyai kedudukan yang otonom dalam pertuturan.
b. Morfem Tak Bermakna Leksikal, yaitu morfem-morfem yang tidak mempunyai makna apa-apa
pada dirinya sendiri sebelum bergabung dengan morfem lainnya dalam proses
morfologis. Misalnya, morfem-morfem afiks (ber-),
(me-), (ter-), dan sebagainya.
4. Morfem
Segmental dan Suprasegmental
Perbedaan morfem segmental dan suprasegmental berdasarkan jenis fonem yang
membentuknya. Morfem segmental adalah morfem yang dibentuk oleh fonem-fonem
segmental seperti morfem {lihat}, {lah}, {sikat}, dan {ber}. Jadi semua morfem
yang berwujud bunyi adalah morfem segmental. Sedangkan morfem suprasegmental
adalah morfem yang dibentuk oleh unsur-unsur suprasegmenntal seperti tekanan,
nada, durasi, dan sebagainya. Misalnya, dalam bahasa Ngbaka di Kongo Utara di
benua Afrika, setiap verba selalu disertai dengan petunjuk kala (tense) yang
berupa nada.
5. Morfem
Beralomorf Zero
Dalam
linguistik deskriptif, ada konsep mengenai morfem beralomorf zero atau nol
(lambangnya berupa Ø), yaitu morfem yang salah satu alomorfnya tidak berwujud
bunyi segmental maupun berupa prosodi (unsur suprasegmental), melainkan berupa
”kekosongan”.
· Bentuk
tunggal : I have a book ; I have a sheep
· Bentuk
jamak : I have two books ; I have two sheep
· Kata
kini : They call me; They hit me
· Kata
lampau : They called me ; They hit me
Bentuk tunggal untuk book adalah books dan bentuk jamaknya adalah books; bentuk tunggal untuksheep adalah sheep dan bentuk jamaknya adalah sheep juga. Karena bentuk jamak untuk books terdiri dari dua buah morfem, yaitu morfem {book} dan morfem {-s}, maka dipastikan bentuk jamak untuk sheepadalah morfem {sheep} dan morfem {Ø}. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa {Ø} merupakan salah satu alomorf dari morfem penanda jamak dalam bahasa Inggris.
Bentuk tunggal untuk book adalah books dan bentuk jamaknya adalah books; bentuk tunggal untuksheep adalah sheep dan bentuk jamaknya adalah sheep juga. Karena bentuk jamak untuk books terdiri dari dua buah morfem, yaitu morfem {book} dan morfem {-s}, maka dipastikan bentuk jamak untuk sheepadalah morfem {sheep} dan morfem {Ø}. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa {Ø} merupakan salah satu alomorf dari morfem penanda jamak dalam bahasa Inggris.
6. Morfem
Dasar, Dasar, Pangkal, dan Akar
Sebuah morfem dasar dapat menjadi sebuah bentuk dasar atau dasar (base) dalam
suatu proses morfologi. Artinya, bisa diberi afiks tertentu dalam proses
afiksasi, bisa diulang dalam suatu proses reduplikasi, atau bisa digabung
dengan morfem lain dalam suatu proses morfologi.
Istilah pangkal (stem) digunakan untuk menyebut bentuk dasar dalam proses
infleksi, atau proses pembubuhan afiks infleksi. Misalnya, dalam bahasa Inggris
kata books pangkalnya adalah book. Dalam bahasa
Indonesia, kata menangisi pangkalnya adalah tangisi. Akar atau (root)
digunakan untuk menyebut bentuk yang tidak dapat dianalisis lebih jauh lagi.
Misalnya, kata Inggris untouchables akarnya adalah touch.
E. Kata
1. Hakikat Kata
1. Hakikat Kata
Menurut para tata bahasawan tradisional, kata adalah satuan bahasa yang
memiliki satu pengertian; atau kata adalah deretan huruf yang diapit oleh dua
buah spasi, dan mempunyai satu arti. Para tata bahasawan struktural, terutama
penganut aliran Bloomfield, tidak lagi membicarakan kata sebagai satuan
lingual; dan menggantinya dengan satuan yang disebut morfem. Tidak
dibicarakannya hakikat kata secara khusus oleh kelompok Bloomfield karena dalam
analisis bahasa, mereka melihat hierarki bahasa sebagai: fonem, morfem, dan
kalimat.
2. Klasifikasi Kata
2. Klasifikasi Kata
Para tata bahasawan tradisional menggunakan kriteria makna dan kriteria fungsi
dalam mengklasifikasikan kata. Kriteria makna digunakan untuk
mengidentifikasikan kelas verba, nomina, dan ajektifa; sedangkan kriteria
fungsi digunakan untuk mengidentifikasikan preposisi, konjungsi, asverbia,
pronomina, dan lain-lainnya. Yang disebut verba adalah kata yang menyatakan
tindakan atau perbuatan; yang disebut nomina adalah kata yang menyatakan benda
atau yang dibendakan; konjungsi adalah kata yang berfungsi untuk menghubungkan
kata dengan kata.
Para tata bahasawan strukturalis membuat klasifikasi kata berdasarkan
distribusi kata itu dalam suatu struktur atau konstruksi. Misalnya, yang
disebut nomina adalah kata yang dapat berdistribusi di belakang kata bukan;
verba adalah kata yang dapat berdistribusi di belakang kata tidak; sedangkan
ajektifa adalah kata yang dapat berdistribusi di belakang kata sangat.
3.
Pembentukan Kata
Untuk dapat digunakan dalam suatu kalimat, maka setiap bentuk dasar, terutama
dalam bahasa fleksi dan aglutunasi, harus dibentuk lebih dahulu menjadi sebuah
kata gramatikal melalui proses afiksasi, reduplikasi, maupun komposisi.
a. Inflektif
a. Inflektif
Kata-kata dalam bahasa berfleksi, seperti bahasa Arab, bahasa Latin, dan bahasa
Sansekerta, untuk dapat digunakan di dalam kalimat harus disesuaikan dulu
bentuknya dengan kategori-kategori gramatikal yang berlaku dalam bahasa itu.
perubahan atau penyesuaian bentuk pada verba disebut konyugasi, dan perubahan
atau penyesuaian pada nomina dan ajektifa disebut deklinasi.
b. Deviratif
b. Deviratif
Pembentukan kata secara inflektif tidak membentuk kata baru atau kata lain yang
berbeda identitasnya dengan bentuk dasarnya; sedangkan pembentukan kata secara
deviratif membentuk kata baru atau kata yang bentuk leksikalnya tidak sama
dengan bentuk dasarnya. Misalnya, dari kata Inggris sing ’menyanyi’ terbentuk
kata singer ’penyanyi’. Antara sing dan singer berbeda identitas leksikalnya,
sebab selain maknanya berbeda, kelasnya juga berbeda; sing berkelas verba
sedangkan singer berkelas nomina.
3. Proses Morfemis
Berikut ini akan dibicarakan proses-proses morfemis yang berkenaan dengan
afiksasi, reduplikasi, komposisi, konversi, dan modifikasi intern.
a. Afiksasi
a. Afiksasi
Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah bentuk dasar. Dalam proses
ini terlibat unsur-unsur (1) bentuk dasar, (2) afiks, dan (3) makna gramatikal
yang dihasilkan. Afiks adalah sebuah bentuk, biasanya berupa morfem terikat,
yang diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata.
Dilihat dari posisi melekatnya pada bentuk dasar dibedakan adanya prefiks, infiks, konfiks, interfiks, dan transfiks.
Dilihat dari posisi melekatnya pada bentuk dasar dibedakan adanya prefiks, infiks, konfiks, interfiks, dan transfiks.
· Prefiks
: afiks yang diimbuhkan di muka bentuk dasar : me- pada kata menghibur
· Infiks
: afiks yang diimbuhkan di tengah bentuk dasar : -el- pada kata telunjuk
· Sufiks
: afiks yang diimbuhkan di belakang bentuk dasar : -an pada kata bagian
· Konfiks
: afiks yang berupa morfem terbagi yang berposisi di muka dan belakang bentuk
dasar : ke-/-an pada kata keterangan
· Interfiks
sejenis infiks atau elemen penyambung yang muncul dalam proses penggabungan dua
unsur : Stern (unsur 1) + Banner (unsur 2)
→ Stern.en.banner (bahasa Indo German)
· Transfiks
: sfiks yang berwujud vokal yang diimbuhkan pada keseluruhan dasar : k-t-b
’tulis’ (dasar dalam bahasa Arab) : kitab ’buku’, maktaba ’toko buku’
b. Reduplikasi
Reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar. Dibedakan
adanya reduplikasi penuh, seperti meja-meja, reduplikasi sebagian, seperti
lelaki, dan reduplikasi dengan perubahan bunyi, seperti bolak-balik. Proses
reduplikasi dapat bersifat paradigmatis (infleksional dan dapat pula bersifat
devirasional. Reduplikasi yang infleksional tidak mengubah identitas leksikal,
melainkan hanya memberi makna gramatikal. Misalnya, meja-meja berarti ’banyak
meja’. Yang bersifat devirasioanal membentuk kata baru. Misalnya, kata
laba-laba dan pura-pura.
c. Komposisi
Komposisi adalah proses penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar, baik
yang bebas maupun yang terikat, sehingga terbentuk sebuah konstruksi yang
memiliki identitas leksikal yang berbeda. Misalnya, lalu lintas, daya juang,
dan rumah sakit. Produktifnya proses komposisi dalam bahasa Indonesia
menimbulkan berbagai masalah, antara lain masalah kata majemuk, aneksi, dan
frase.
Kata majemuk adalah kata yang memiliki makna baru yang tidak merupakan gabungan dari makna unsur-unsurnya. Misalnya, kumis kucing ’sejenis tumbuhan’, mata sapi ’telur yang digoreng tanpa dihancurkan’, dan mata hati.
d. Konversi, Modifikasi Internal, dan Suplesi
Kata majemuk adalah kata yang memiliki makna baru yang tidak merupakan gabungan dari makna unsur-unsurnya. Misalnya, kumis kucing ’sejenis tumbuhan’, mata sapi ’telur yang digoreng tanpa dihancurkan’, dan mata hati.
d. Konversi, Modifikasi Internal, dan Suplesi
Konversi, sering juga disebut devirasi zero, transmutasi, dan transposisi,
adalah proses pembentukan kata dari sebuah kata menjadi kata lain tanpa
perubahan unsur segmental. Misalnya, kata cangkul dalam kalimat Ayah membeli
cangkul baru adalah nomina; sedangkan dalam kalimat Cangkul dulu baik-baik baru
ditanami adalah sebuah verba.
Modifikasi internal adalah proses pembentukan kata dengan penambahan
unsur-unsur (biasanya berupa vokal) ke dalam morfem yang berkerangka tetap
(biasanya berupa konsonan). Misalnya, dalam bahasa Arab morfem dasar dengan
kerangka k-t-b ’tulis’.
· katab
’dia laki-laki menulis’
· maktub
’sudah ditulis’
· maktaba
’toko buku’
Ada sejenis modifikasi internal yang disebut suplesi. Dalam proses suplesi
perubahannya sangat ekstrem karena ciri-ciri bentuk dasar hampir atau tidak
tampak lagi. Misalnya, kata Inggris go yang menjadi went;
atau verba be manjadi was atau were.
e. Pemendekan
e. Pemendekan
Pemendekan adalah proses penanggalan bagian-bagian leksem atau gabungan leksem
sehingga menjadi sebuah bentuk singkat, tertapi maknanya tetap sama. Misalnya,
bentuk lab (utuhnya laboratorium), hlm (halaman), dan SD (Sekolah Dasar).
Pemendekan ini mengahsilkan singkatan. Selain singkatan, ada akronim, yaitu
hasil pemendekan yang berupa kata atau dapat dilafalkan sebagai kata. Misalnya,
ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia), inpres (instruksi presiden), dan
wagub (wakil gurbernur).
4. Morfofonemik
Morfofonemik, disebut juga morfonemik, morfofonologi, atau morfonologi, adalah
peristiwa berubahnya wujud morfemis dalam suatu proses morfologi. Misalnya,
prefiks me- berubah menjadi mem-, men-, meny-, meng-dan menge-.
Perubahan fonem dalam proses morfofonemik dapat berwujud:
· Pemunculan
fonem : me- + baca → membaca
· Pelesapan
fonem : sejarah + -wan → sejarawan
· Peluluhan
fonem : me- + sikat → menyikat
· Perubahan
fonem : ber- + ajar → belajar
· Pergeseran
fonem : ja.wab + an → ja.wa.ban
Bab 3
JENIS KATA BAHASA INDONESIA
` JENIS
KATA BAHASA INDONESIA
Peraturan
pembagian kata menurut pandangan tradisional di dasarkan pada pembagian kata
menurut arti dengan jenis katanya. Pembagian kata menurut pandangan struktural
didasarkan pada pembagian kata yang dititikberatkan pada struktur bahasa yang
bersangkutan. Pandangan ini mengatakan bahwa setiap bahasa memiliki struktur
yang berbeda satu dengan lainnya.
Bapak tata bahasa tradisional, Aristoteles,seorang
ahl filsafat Yunani, mengelompokkan jenis kata menjadi 10 jenis, yaitu:
1. Kata
benda = Substantiva
2. Kata
ganti = Pronomina
3. Kata kerja =
Verba
4. Kata
sifat =
Adjektiva
5. Kata
keterangan = Adverbia
6. Kata
bilangan = Numeralia
7. Kata
depan = Preposisi
8. Kata
sambung = Konjungsi
9. Kata
sambung = artikel
10. Kata
seru = interjeksi
|
1. KATA BENDA (Subtantive)
Kata benda adalah kata yang menyatakan nama semua
benda atau segala sesuatu yang dibendakan. Menurut fungsinya (jabatannya) dalam
kalimat, kata benda adalah kata yang lazimnya subjek (S) atau (O) objek.
Contoh :
Ibu membeli buku tulis
S O O
a. Pembagian
Kata Benda
Menurut fungsi dan jabatannya dalam kalimat, kata
benda dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu kata benda konkret dan kata benda
abstrak.
1) Kata Benda
Konkret
Kata benda konkret adalah kata benda yang tertangkap
oleh pancaindra atau dapat dirupakan. Yang termasuk kata benda konkret adalah:
a) Nama
diri :
nama-nama benda tertentu, misalnya Alfian, Bantaeng, Tolitoli dan sebagainya.
b) Nama
jens :
benda-benda tertentu yang jenisnya bersamaan, misalnya : mobil, rumah, orang,
binantang, dan sebagainya.
c) Nama zat :
benda-benda yang berarti bahan, misalnya: air, tanah, besi, minyak, emas, dan
sebagainya.
d) Nama
kumpulan : misalnya, pegunungan, lautan, daratan, dan
sebagainya.
2) Kata Benda
Abstrak, yaitu kata benda yang tidak dapat diungkapakan oleh pancaindera. Yang
termasuk kata benda abstrak adalah:
a) Nama
keadaan : misalnya kebahagian, kemakmuran,
kemiskinan, dan sebagainya.
b) Nama
pekerjaan : misalnya tugasnya, lainnya, kerjanya,
suaranya,dan sebagainya.
c) Nama
sifat :
misalnya kemiskinan, kekayaan, kecurangan, kegemaran, dan sebagainya.
d) Nama ukuran :
misalnya, volume, isi, panjang, luas, beratnya, dan sebagainya.
e) Nama
panggilan : misalnya, keyakinan, kepercayaan,
keuntungan, kerugian, dan sebagainya.
b. Bentuk Kata
Benda
Bentuk kata benda dalam bahasa Indonesia dapat
dibagi menjadi 2 bagian. Yaitu:
1) Kata dasar, irama
benda yang terdiri atas kata dasar, kata yang tidak berimbuhan ataupun kata
ulang.
Contoh: buku, pensil, orang, laut, air,dan
sebagainya.
2) Kata jadian,
kata benda yang merupakan kata jadian, yaitu nama benda yang terdiri atas:
a) Kata jadian
yang sebenarnya, misalnya; penulis, kedududkan, kelahiran, kecurangan, dan
sebagainya.
b) Kata ulang,
misalnya: rawa-rawa, pulau-pulau,rumah-rumah, dan sebagainya.
c) Kata majemuk,
misalnya : rumah makan, papan tulis, mata air, dan sebagainya.
2. KATA GANTI (
Pronomina)
Kata ganti adadalah kata yang menggantikan benda
atau sesuatu yang dbendakan. Kata ganti dapat dibedakan menjadi:
a. Kata
ganti orang, yaitu kata yang menggantikan orang atau benda penggantinya.
Contoh :
1) Kata
ganti orang 1 : orang yang berbicara, yaitu:
- Kata
ganti orang I tunggal : aku , saya, hamba
- Kata
ganti orang I jamak : kita , kami
2) Kata
ganti orang II : orang yang diajak berbicara, yaitu:
- Kata
ganti orang II tunggal : kamu, engkau, tuan
- Kata
ganti orang II jamak : anda , kalian
3) Kata
ganti orang III : orang yang dibicarakan, yaitu:
- Kata
ganti orang III tunggal : ia, dia, beliau
- Kata
ganti orang III jamak : mereka
|
b. Kata ganti
kepunyaan, yaitu kata ganti yang menunjukkan milik, biasanya terletak
dibelakang kata benda yang diterangkan,dan bentuknya diringkaskan.
Misalnya: aku, ku, mu, nya.
c. Kata
ganti penunjuk, yaitu kata ganti yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu :
biasanya ditempatkan dibelakang kata benda, waktu, keadaan, dan
kejadian-kejadian yang ditunjukkan. Misalnya : ini, itu.
d. Kata ganti
penghubung, yaitu kata yang menghubungkan suatu kata benda dengan
sifat-sifatnya atau dengan kata yang menerangkannya.
Misalnya: yang, tempat, dimana
e. Kata
ganti tanya, yaitu kata yang menanyakan benda atau yang dibendakan serta
keterangannya.
Misalnya: apa, siapa, mana, bagaimana, berapa
1) Fungsi kata
ganti orang, antara lain:
- Penunjuk
pelaku, sebagai subjek;
- Penunjuk
milik/kepunyaan, selaku mengikuti kata benda miliknya;
- Menyatakan
objek penderita (O1);
- Menyatakan
objek penyerta (O2);
- Menyatakan
objek pelaku (O3);
- Menyatakan
pertalian maksud, ditempatkan dibelakang kata tugas/depan.
2) Fungsi kata
ganti penunjuk, antara lain:
- Menunjuk
waktu, dan
- Sebagai
kata sandang.
3) Fungsi kata
ganti penghubung, antara lain:
- Sebagai
penghubung kata benda dengan kata lain;
- Pengantar
anak kalimat;
4) Fungsi kata
ganti tanya, antara lain:
- Menanyakan
benda;
- Menanyakan
sifat;
- Menanyakan
waktu;
- Menanyakan
situasi,dan sebagainya.
3. KATA KERJA
(Verb)
Kata kerja adalah kata yang menyatakan perbuatan
atau pekerjaan.
Contoh;
- Ibu
memasak di dapur.
- Adik
bermain-main di halaman.
- Matahari
hampir terbenam.
a. Ciri –
ciri kata kerja
1) Biasanya bukan
kata pertama dalam kalimat;
2) Dapat
didahului leh kata-kata, seperti; akan, hendak, sedang, sudah, hampir.
Contoh : akan pulang, hendak makan, sedang bekerja,
sudah berangkat, hampir jatuh.
3) Tidak dapat
didahului oleh awalan ter- yang berarti paling.
b. Bentuk –
bentuk Kata Kerja
1) Bentuk kata
dasar, misalnya: makan, minum. Pulang, pergi. Dan sebagainya.
2) Bentuk kata
berimbuhan, misalnya: menulis, bekerja, memakan, menari, dan sebagainya.
3) Bentuk kata
ulang, misalnya: berjalan-jalan, memukul-mukul,menari-nari,
berteriak-teriak,dan sebagainya.
4) Bentuk kata
majemuk, misalnya: berkeras hati, bermain api, memeras keringat, dan
sebagainya.
c. Fungsi
Kata Kerja
1) Subtantiva (sebagai
subjek/S)
Contoh :
Memahat/ memerlukan/ keahlian
S P O
2) Predikatif (sebagai
predikat)
Contoh
Ibu / sedang
memasak
S P
3) Atributif (
sebagai kata sifat menerangkan S/ Ket.S)
Contoh
Anak / belajar / jangan
disuruh
S ket.S P
4. KATA SIFAT
(Adjektiva)
Kata sift adalah kata yang menyatakan/menerangkan
sifat khusus, watak, atau menyifatkan benda atau yang dibendakan.
Contoh:
pekarangan luas.
Barang mahal biasanya tahan lama.
a. Ciri-ciri
Kata Sifat
Kata sifat umumnya berada sesudah kata benda, tetapi
tidak semua kata yang menerangkan kata benda merupakan kata sifat.
Contoh
Rumah kayu
Buku bacaan
Kayu dan bacaan bukan kata sifat
b. Bentuk /macam
Kata Sifat
1) Kata sifat
yang berbentuk dari kata dasar.
Contoh: cerdik, pintar, bodoh, tua, muda, cantik,
kurus, gemuk, dan sebagainya.
2) Kata sifat
yang berbentuk dari kata ulang.
Contoh: cantik-cantik,
warna-warni,berlubang-lubang,dan sebagainya.
3) Kata sifat
yang berbentuk dari frase.
Contoh: berhati mulia, berjiwa besar, berpikiran
maju, baik hati, dan sebagainya.
4) Kata sifat
yang berbentuk dari kata serapan/punggut
Contoh: primer, sekunder, amoral, produktif,
asosial, aktivitas, dan sebagainya.
c. Fungsi
Kata Sifat
1) Subtantif (sebagai
subjek/S)
Contoh : putih / tanda suci
S P
2) Predikatif (sebagai
predikat/ P)
Contoh : Barang itu / mahal
S P
3) Atributif (
Sebagai keterangan Subjek. Ket. S)
Contoh : mobil mewah itu sangat
mahal
S ket.
S P
d. Tingkat
Perbandingan Kata Sifat
Tingkat perbandingan adalah tingkat-tingkat sifat
suatu benda yang dibentuk dengan kata lain/ imbuhan sehingga membentuk frase.
Ada 4 jenis tingkat perbandingan, yaitu:
1) Tingkat kurang = kurang
pandai, kurang tinggi
2) Tingkat sama = sama
pintar, sama pendek
3) Tingkat lebih =
lebih baik, lebih makmur
4) Tingkat
sangat/paling = sangat rajin, paling kaya, sangat sederhana, palingmewah
e. Perluasan
Kata Sifat
Kata sifat dapat diperluas dengan cara sebagai
berikut:
1) Kata sifat
didahulu dengan kata kurang,sama, lebih sangat/paling, atau ditambah dengan
kata sekali.
Contoh:
Kurang pandai, sama pandai, lebih pandai,
sangat/paling, dan pandai sekali.
2) Menambah
awalan se- dan akhiran –nya
Contoh :
Setinggi-tingginya, sedalam-dalamnya,
secepat-cepatnya.
f. Perubahan
Jenis Kata
Kata sifat dapat dirubah menjadi kata benda dengan
cara sebagai berikut
1) Menambahkan
akhiran –nya.
Contoh :
Manis = manisnya
Tinggi = tingginya
2) Menambahkan
awalan pe-
Contoh
Takut = penakut
Malas = pemalas
Mabuk = pemabuk
3) Menambahkan
konfiks ke-an
Contoh
Indah = keindahan
Ramai = keramaian
Mewah = kemewahan
5. KATA
KETERANGAN (Adverbia)
Kata keterangan adalah kata yang menerangkan kata
yang bukan kata benda. Jadi kata keterangan dapat menerangkan kata kerja, kata
sifat, kata bilangan, dan sebagainya.
Contoh
- Menerangkan
kata kerja : berlari cepat
- Menerangkan
kata sifat : lahan yang sangat subur
- Menerangkan
kata bilangan : hampir satu bulan
Menurut artinya, kata keterangan dapat dibagi
menjadi:
a. Keterangan
Waktu
1) Masih berlaku,
misalnya : sedang, sekarang, lagi, baru, tengah, dan sebagainya.
2) Sudah lalu,
misalnya : telah, baru-baru ini, sudah, habis, dan sebagainya.
3) Akan datang,
misalnya: besok, lusa, nanti, kemudian, dan sebagainya.
4) Frekuensi,
misalnya: kadang-kadang, jarang, sering, pernah, dan sebagainya.
5) Lamanya
perbuatan, misalnya : berjam-jam, berhari-hari, berminggu-minggu, dan
sebagainya.
b. Kata
Keterangan Tempat
Kata keterangan tempat umumnya ditambah dengan kata
depan : di, ke, dari, ke sana, ke sini, hingga, sampai, dan sebagainya.
c. Kata
Modalitas
Kata keterangan modalitas adalah kata keterangan
yang menyatakan:
1) Kepastian,
misalnya ; tentu, pasti, misalnya, benar, dan sebagainya
2) Kesangsian,
misalnya : mungkin, barangkali, entah, dan sebagainya.
3) Ingkaran,
misalnya: tidak, jangan, mustahil, bukan, dan sebagainya.
4) Keinginan,
misalnya : semoga, mudah-mudahan, sebaiknya, seharusnya, dan sebagainya.
5) Ajakan,
misalnya : mari, ayo, baik, dan sebagainya.
6) Pengakuan,
misalnya : betul, benar, uya, dan sebagainya.
d. Kata
Keterangan Tekanan
Kata keterangan tekanan memberi tekanan atau
penegasan pada kata atau kelompok kata dalam kalimat.
Misalnya: pun, lah, kah, dan sebagainya.
e. Kata
Keterangan Sifat dan Jumlah
Kata keterangan sifat dan jumlah terdiri atas
kata-kata seperti : sangat, amat, terlalu, makin, hampir, hanya, dan
sebagainya.
6. KATA BILANGAN
(Numeralia)
Kata bilangan adalah kata-kata yang
menyatakan/menunjukkan bilangan atau jumlah suatu benda.
a. Kata
Bilangan Utama, yakni:
1) Kata bilangan
utama tentu, misalnya: satu, dua, tiga, seratus, seribu, dan sebagainya.
2) Kata bilangan
utama tak tentu, misalnya: sedikit, banyak, semua, dan sebagainya.
b. Kata Bilangan
Tingkat, yakni:
1) Kata bilangan
tingkat tentu, misalnya: kesatu, kedua, orang kedua, soal keempat, dan
sebagainya.
2) Kata bilangan
tingkat tak tentu, misalnya: kesekian, beberapa yang terakhir, dan sebagainya.
c. Kata
Bantu Bilangan
Misalnya: sebatang...., sebilah....., seutas....,
secarik..., dan sebagainya.
cakrawala
bentuk-bentuk kata bilangan
1. Kata
bilangan asal, misalnya: satu, sepuluh, ratus, ribu, juta, dan sebagainya.
2. Kata
bilangan bersambungan, misalnya: kesatu, kedua, perempat, persepuluh, dan
sebagainya.
3. Kata
bilangan berulang, misalnya: satu-satu, dua-dua, empat-empat, dan sebagainya.
4. Kata
bilangan majemuk, misalnya: dua ratus, tiga ratus, dua juta, lma belas, dan
sebagainya.
|
7. KATA DEPAN
(Preposisi)
Kata depan atau kata perangkai adalah kata yang
menghubungkan kata benda dengan kata lainnya. Pada umumnya terletak di depan
kata benda, dan kata-kata yang dihubungkannya berlainan jabatannya. Contoh kata
depan: dari, di, ke, dengan, karena, sebab, oleh karena, untuk,
perihal, guna, sampai, hingga, dan sebagainya. Jenis kata depan ada dua,
yaitu: kata depan sejati dan kata depan tak sejati.
a. Kata
depan sejati (Asli) : di, ke, dan dari
- di :
menunjukkan pada suatu tempat.
- Ke :
menunjukkan temapt yang dituju
- Dari :
menunjukkan tempat yang ditinggalkan/asal.
b. Kata depan tak
sejati (Tak asli) : dapat dibedakan menjadi 3 macam, yakni:
1) Kata depan
tunggal (tak Majemuk), misalnya: akan, demi, dengan, untuk, antara, serta,
pada, tentang, karena, atas, bagi, guna, dan sebagainya.
2) Kata depan
majemuk, selalu diawali dengan kata depan sejati: misalnya: daripada, dari
luar, dari dalam, dari atas, ke atas, ke dalam.
3) Kata depanyang
berupa kata kerja, misalnya: hendak, sampai, menjelang, melayang.
Contoh:
- Niatnya
hendak pergi jauh (untuk)
- Menunggu
sampai malam (hingga)
8. KATA SAMBUNG
(Konjungsi)
Kata sambung atau kata penghubung adalah kata yang
bertugas menghubungkan dua kalimat menjadi satu kalimat yang utuh.
Contoh :
a. Ibu
membeli sayur,ikan
Ibu membeli sayur dan ikan
b. Badar bekerja
sampai malam, badannya pegal-pegal.
Badar bekerja sampai malam hingga badannya
pegal-pegal.
Berdasarkan sifat-sifat hubungan yang dilakukan oleh
kata penghubung, maka kata sambung dapat menjadi beberapa macam:
a. Menyatakan
gabungan, misalnya : dan, serta, lagi, lagi pula.
b. Menyatakan
pilihan, misalnya: atau, baik......, maupun, atau.....atau.
c. Menyatakan
waktu, misalnya: waktu, bila ketika, sambil.
d. Menyatakan
sebab/akibat: karena, oleh karena itu, maka, sehingga, sebab.
e. Menyatakan
tujuan/maksud: agar, dengan, demikian, supaya, bila.
f. Menyatakan
penentangan: tetapi, pdahal, melainkan, sedangkan.
g. Menyatakan
pengandaian: seandainya, andaikata, andaikan.
h. Menyatakan
syarat: asal.asalkan, kecuali.
i. Menyatakan
kesertaan: bersama, dengan, beserta.
j. Menyatakan
perlawanan: walaupun, meskipun, sungguhpun, namun.
k. Menyatakan
perbandingan: seperti, sebagai, laksana.
l. Menyatakan
peningkatan: makin, semakin, makin.....makin, kian.....kian.
m. Menyatakan penjelasan:
adalah, ialah, yaitu, yakni.
n. Menyatakan
kesinambungan: mula-mula......, akhirnya......., setelah itu......
catatan:
Untuk
menentukan perbedaan jenis kata sambung, kata depan, kata keterangan, dan
sebagainya kadang-kadang aga sulit, hal ini karena belum ada batas tertentu
untuk menentukan jenis-jenis kata tersebut.
|
Perhatikan perbedaan kata sambung dengan kata depan
berikut!
- Ibu
memotong sayur dengan pisau (dengan=kata depan)
- Ibu
pergi dengan adik (dengan kata sambung)
9. KATA SANDANG
(Artikel)
Kata sandang adalah kata yang menentukan atau
membatasi kata benda. Kata sandang umumnya terletak didepan (sebelum) kata
benda.
Pengguna kata sandang
a. Menjadikan
kata-kata atau bagian kalimat bersifat kata benda.
b. Memberikan
kententuan kepada kata benda.
Kata sandang terdiri atas 8 macam, yakni : si, sang,
hang, dang, para, yang, se, nya.
a. Kata
sandang si
Dipakai untuk nama diri, orang, atau binantang,
misalnya si manis, si ana, si juara, si kucing.
b. Kata sandang
sang
Dibakai sebagai berikut:
- Di
depan nama-nama dewa : sang Siwa, sang Surya, sang Candra.
- Sebagai
gelar raja: sang Prabu.
- Di
depan jenis hewan dalam dongeng : sang Kancil, sang Gajah.
- Di
depan benda yang dihormati: sang merah-putih, sang Dwi Warna.
c. Kata
sandang hang
Hanya dipakai dalam bahasa melayu klasik, untuk
gelar laki-laki yang mulia, misalnya: hang tuah, hang jabat.
d. Kata sandang
dang
Dipakai sebagai penunjuk wanita yang mulia,
misalnya: Dang Sutinah.
e. Kata
sandang para
Digunakan penunjuk yang lebh terhormat dan penunjuk
jamak, misalnya: para undangan, para pendengar, para hadirin.
f. Kata
sandang yang
Dipakai sebagai berikut
- Di
muka kata benda: kamera yang mahal, siswa yang baik.
- Di
muka kata keadaan: yang suka, yang gembira, yang senang, yang elok.
- Di
muka kata ganti benda: yang itu, yang ini.
- Di
muka kata bilangan: yang kedua, yang kesepuluh.
Selain kata sandang yang dapat juga berfungsi
sebagai kata ganti penghubung.
Contoh:
- Siswa yang berkelahi.......
- Buku yang dibeli.......
g. Kata sandang
se
Dipakai sebagai kata sandang tak tentu, misalnya:
seorang, seekor, seutas.
h. Kata sandang
nya
Dipakai sebagai kata sandang penentu dan dipakai
sebagai akhiran, misalnya: bukunya, saatnya,kerjanya, waktunya.
10. KATA SERU (Interjeksi)
Kata seru adalah kata yang menyatakan luapan
perasaan atau emosi.
Kata seru, mempunyai ragam dan variasi.
a. Kata
seru yang berdiri sendiri
Contoh:
Wah! Astafirullah!
b. Kata seru yang
rangkaiannya berbeda, kedudukan terpisah, dan tidak mempunyaijabatan dalam
kalimat.
Contoh:
Ah kamu jangan berbuat kejam!
Hei/ mau/ kemana /engkau!
P K S
Tidak ada komentar:
Posting Komentar