Minggu, 06 Mei 2018

TATA BENTUKAN BAHASA INDONESIA

TATA BENTUKAN BAHASA INDONESIA
 Bab 1
 MORFEN DAN KATA
A. Morfem
Tata bahasa tradisional tidak mengenal konsep maupun istilah morfem, sebab morfem bukan merupakan satuan dalam sintaksis, dan tidak semua morfem mempunyai makna secara filosofis.

1. Identifikasi Morfem 
Untuk menentukan sebuah satuan bentuk adalah morfem atau bukan, kita harus membandingkan bentuk tersebut di dalam kehadirannya dengan bentuk-bentuk lain. Kalau bentuk tersebut ternyata bisa hadir secara berulang-ulang dengan bentuk lain, maka bentuk tersebut adalah sebuah morfem. Sebagai contoh kita ambil bentuk /kedua/. Ternyata bentuk /kedua/ dapat kita banding-bandingkan dengan bentuk-bentuk sebagai berikut: 
  • kedua 
  • ketiga
  • kelima
  • ketujuh
Ternyata juga semua bentuk ke pada daftar di atas dapat disegmentasikan sebagai satuan tersendiri dan yang mempunyai makna yang sama, yaitu menyatakan tingkat atau derajat. Dengan demikian bentuk ke pada daftar di atas, karena merupakan bentuk terkecil yang berulang-ulang dan mempunyai makna yang sama, bisa disebut sebuah morfem. Jadi, kesamaan arti atau kesamaan bentuk merupakan ciri atau identitas sebuah morfem.

Dalam studi morfologi suatu satuan bentuk yang berstatus sebagai morfem biasanya dilambanhkan dengan mengapitnya di antara kurung kurawal. Misalnya, kata Indonesia mesjid dilambangkan sebagai {mesjid}; kata kedua dilambangkan menjadi {ke} + {dua}, atau bisa juga ({ke} + {dua})

2. Morf dan Alomorf 
Sudah disebutkan bahwa morfem adalah bentuk yang sama yang terdapat berulang-ulang dalam satuan bentuk lain. Sekarang perhatikan deretan bentuk berikut: 
  • melihat - menyanyi 
  • merasa - menyikat 
  • membawa - menggali 
  • membantu - menggoda 
  • mendengar - mengelas 
  • menduda - mengetik
Kita lihat ada bentuk-bentuk yang mirip atau hampir sama, tetapi kita juga tahu bahwa maknanya juga sama. Bentuk-bentuk itu adalah me- pada melihat dan merasa, mem- pada membawa dan membantu, men- pada mendengar dan menduda, meny- pada menyanyi dan menyikat, meng- pada menggali dan menggoda, menge- pada mengelas dan mengetik. 


Pertanyaan kita sekarang apakah me-, mem-, men-, meny-, meng-, dan menge- itu sebuah morfem atau bukan, sebab meski maknanya sama tetapi bentuknya tidak persis sama. Pertanyaan itu bisa dijawab bahwa keenam bentuk itu adalah sebuah morfem, sebab meskipun bentuknya tidak persis sama, tetapi perbedaannya dapat dijelaskan secara fonologis. 


Bentuk me- berdistribusi antara lain pada bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan /l/ dan /r/; bentuk mem- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan /b/ dan /p/; bentuk men- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan /d/ dan /t/; bentuk meny- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan /s/; bentuk meng- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan /g/ dan /k/; bentuk menge- berdistribusi pada bentuk dasar yang ekasuku.

Bentuk-bentuk realisasi yang berlainan dari morfem yang sama ini disebut alomorf. Jadi, setiap morfem tentu mempunyai alomorf, enrah satu, entah dua, atau juga enam buah seperti yang tampak pada data di atas. Selain itu, bisa juga dikatakan morf dan alomorf adalah dua buah nama untuk sebuah bentuk yang sama. Morf adalah nama untuk semua bentuk yang belum diketahui statusnya; sedangkan alomorf adalah nama untuk bentuk tersebut kalau sudah diketahui status morfemnya.

Sehubungan dengan alomorf me-, mem-, men-, meny-, meng- , menge- muncul masalah apa nama morfem untuk alomorf-alomorf itu? dalam tata bahasa tradisional nama yang digunakan adalah awalan me- dengan penjelasan, awalan me- ini akan mendapat sengau sesuai dengan lingkungannya. Dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia dipilih alomorf meng- sebagai nama morfem itu, dengan alasan alomorf meng- paling banyak distribusinya.

3. Klasifikasi Morfem 

Morfem-morfem dalam setiap bahasa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria. Antara lain berdasarkan keberadaanya, keutuhannya, maknanya, dan sebagainya. Berikut ini akan dibicarakan secara singkat.

a. Morfem Bebas dan Morfem Terikat 
Yang dimaksud dengan morfem bebas adalah morfem yang tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul dalam pertuturan. Dalam bahasa Indonesia, misalnya, bentuk pulang, makan, rumah, dan bagus adalah termasuk morfem bebas. Sebaliknya, yang dimaksud morfem terikat adalah morfem yang tanpa digabung dulu denganmorfem lain tidak dapat muncul dalam pertuturan. Semua afiks dalam bahasa Indonesia adalah morfem terikat.

Berkenaan dengan morfem terikat ini dalam bahasa Indonesia ada beberapa hal yang perlu dikemukakan, yaitu: 
  • Pertama, bentuk-bentuk seperti juang, henti, gaul, dan baur juga termasuk morfem terikat, karena bentuk-bentuk tersebut, meskipun bukan afiks, tidak dapat muncul dalam pertuturan tanpa terlebih dahulu mengalami proses morfologi seperti afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Bentuk-bentuk ini lazim disebut prakategorial. 
  • Kedua, menurut konsep Verhaar (1978) bentuk-bentuk seperti baca, tulis, dan tendang juga termasuk bentuk prakategorial, karena bentuk-bentuk tersebut baru merupakan ”pangkal” kata, sehingga baru bisa muncul dalam pertuturan sesudah mengalami proses morfologi. Kemudian timbul pertanyaan, bukankah tanpa imbuhan apa-apa bentuk tersebut dapat muncul dalam kalimat imperatif? Menurut Verhaar, kalimat imperatif adalah kalimat ubahan dari kalimat deklaratif. Dalam kalimat deklaratif aktif harus digunakan prefiks inflektif me-, dalam kalimat deklaratif pasif harus digunakan prefiks inflektif di- atau ter-; sedangkan dalam kalimat imperatif, juga dalam kalimat pasitif, harus digunakan prefiks inflektif Ø. 
  • Ketiga, bentuk-bentuk seperti renta (yang hanya muncul dalam tua renta), kerontang (yang hanya muncul dalam kering kerontang), dan bugar (yang hanya muncul dalam segar bugar) juga termasuk morfem terikat. Lalu, karena hanya bisa muncul dalam pasangan tertentu, maka bentuk-bentuk tersebut disebut juga morfem unik. 
  • Keempat, bentuk-bentuk yang termasuk preposisi dan konjungsi, seperti ke, dari, pada, dan, kalau, dan atau secara morfologis termasuk morfem bebas tetapi secara sintaksis merupakan bentuk terikat. 
  • Kelima, yang disebut klitika merupakan morfem yang agak sukar ditentukan statusnya, apakah terikat atau bebas. Klitika adalah bentuk-bentuk singkat, biasanya hanya satu silabel, secara fonologis tidak mendapat tekanan, kemungkinan dalam pertuturan selalu melekat pada bentuk lain, tetapi dapat dipisahkan. Menurut posisinya, klitika biasanya dibedakan atas proklitika dan enklitika. Yang dimaksud dengan proklitika adalah klitika yang berposisi di muka kata yang diikuti, seperti ku dan kau pada konstruksi kubawa dan kauambil. Sedangkan enklitika adalah klitika yang berposisi di belakang kata yang dilekati seperti -lah, -nya, dan -ku pada konstruksi dialah, duduknya, dan nasibku.

b. Morfem Utuh dan Morfem Terbagi 
Semua morfem dasar bebas yang dibicarakan di atas adalah termasuk morfem utuh, seperti {meja}, {kursi}, {kecil}, {lau}, dan {pinsil}. Begitu juga dengan sebagian morfem terikat, seperti {ter-}, {ber-}, {henti}, dan {juang}. Sedangkan morfem terbagi adalah sebuah morfem yang terdiri dari dua buah bagian yang terpisah. Umpamanya pada kata Indonesia kesatuan terdapat satu morfem utuh yaitu {satu} dan satu morfem terbagi yaitu {ke-/-an}; perbuatan terdiri dari satu morfem utuh {buat} dan satu morfem terbagi yaitu {per-/-an}. 

Dalam bahasa Arab dan juga bahasa Ibrani, semua morfem akar verba adalah morfem terbagi, yang terdiri atas tiga buah konsonan yang dipisahkan oleh tiga buah vokal, yang merupakan morfem terikat yang terbagi pula. Misalnya morfem akar terbagi {k-t-b} ’tulis’ merupakan dasar untuk kata-kata: 
  • kataba ’ia (laki-laki) menulis’ 
  • katabat ’ia (perempuan) menulis’ 
  • katabta ’engkau (laki-laki) menulis’ 
  • katabti ’engkau (perempuan) menulis’  
  • katabtu ’saya menulis’ 
  • maktabun ’kantor, toko buku, perpustakaan’
Sehubungan dengan morfem terbagi ini, untuk bahasa Indonesia ada catatan yang perlu diperhatikan, yaitu: 
  • Pertama, semua afiks yang disebut konfiks seperti {ke-/-an}, {ber-/-an}, {per-/-an}, dan {pe-/-an} adalah termasuk morfem terbagi. Namun bentuk {ber-/-an} bisa merupakan konfiks pada bermunculan ’banyak yang tiba-tiba muncul’, dan bermusuhan ’saling memusuhi’, tetapi bisa juga bukan konfiks, seperti pada beraturan ’mempunyai aturan’ dan berpakaian ’mengenakan pakaian’. Untuk menentukan apakah bentuk {ber-/-an} konfiks atau bukan, harus diperhatikan makna gramatikal yang disandangnya. 
  • Kedua, dalam bahasa Indonesia ada afiks yang disebut infiks, yakni afiks yang disisipkan di tengah morfem dasar. Misalnya, infiks {-er-} pada kata gerigi, infiks {-el-} pada kata pelatuk, dan infiks {-em-} pada kata gemetar. Memang dalam bahasa Indonesia infiks ini tidak produktif, tetapi dalam bahasa Sunda morfem infiks ini sangat produktif, artinya bisa dikenakan pada kata apa saja.
c. Morfem Segmental dan Suprasegmental 
Perbedaan morfem segmental dan suprasegmental berdasarkan jenis fonem yang membentuknya. Morfem segmental adalah morfem yang dibentuk oleh fonem-fonem segmental seperti morfem {lihat}, {lah}, {sikat}, dan {ber}. Jadi semua morfem yang berwujud bunyi adalah morfem segmental. Sedangkan morfem suprasegmental adalah morfem yang dibentuk oleh unsur-unsur suprasegmenntal seperti tekanan, nada, durasi, dan sebagainya. Misalnya, dalam bahasa Ngbaka di Kongo Utara di benua Afrika, setiap verba selalu disertai dengan petunjuk kala (tense) yang berupa nada.

d. Morfem Beralomorf Zero 
Dalam linguistik deskriptif, ada konsep mengenai morfem beralomorf zero atau nol (lambangnya berupa Ø), yaitu morfem yang salah satu alomorfnya tidak berwujud bunyi segmental maupun berupa prosodi (unsur suprasegmental), melainkan berupa ”kekosongan”. 
  • Bentuk tunggal : I have a book ; I have a sheep 
  • Bentuk jamak : I have two books ; I have two sheep
  • Kata kini : They call me; They hit me
  • Kata lampau : They called me ; They hit me

Bentuk tunggal untuk book adalah books dan bentuk jamaknya adalah books; bentuk tunggal untuksheep adalah sheep dan bentuk jamaknya adalah sheep juga. Karena bentuk jamak untuk books terdiri dari dua buah morfem, yaitu morfem {book} dan morfem {-s}, maka dipastikan bentuk jamak untuk sheepadalah morfem {sheep} dan morfem {Ø}. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa {Ø} merupakan salah satu alomorf dari morfem penanda jamak dalam bahasa Inggris.

e. Morfem Bermakna Leksikal dan Morfem tak Bermakna Leksikal 
Morfem bermakna leksikal adalah morfem-morfem yang secara inheren telah memiliki makna pada dirinya sendiri, tanpa dulu berproses dengan morfem lain. Misalnya, {kuda}, {lari}, dan {merah}. Sebaliknya, morfem tak bermakna leksikal tidak mempunyai makna apa-apa pada dirinya sendiri. Misalnya, afiks {ber-}, {me-}, dan {ter-}.

4. Morfem Dasar, Dasar, Pangkal, dan Akar 
Sebuah morfem dasar dapat menjadi sebuah bentuk dasar atau dasar (base) dalam suatu proses morfologi. Artinya, bisa diberi afiks tertentu dalam proses afiksasi, bisa diulang dalam suatu proses reduplikasi, atau bisa digabung dengan morfem lain dalam suatu proses morfologi.

Istilah pangkal (stem) digunakan untuk menyebut bentuk dasar dalam proses infleksi, atau proses pembubuhan afiks infleksi. Misalnya, dalam bahasa Inggris kata books pangkalnya adalah book. Dalam bahasa Indonesia, kata menangisi pangkalnya adalah tangisi.

Akar atau (root) digunakan untuk menyebut bentuk yang tidak dapat dianalisis lebih jauh lagi. Misalnya, kata Inggris untouchables akarnya adalah touch.

 
B. Kata
Yang ada dalam tata bahasa tradisional sebagai satuan lingual yang selalu dinicarakan adalah kata. Apakah kata itu, bagaimana kaitannya dengan morfem, bagaimana klasifikasinya, serta bagaimana pembentukannya, akan dibicarakan berikut ini.

1. Hakikat Kata 
Menurut para tata bahasawan tradisional, kata adalah satuan bahasa yang memiliki satu pengertian; atau kata adalah deretan huruf yang diapit oleh dua buah spasi, dan mempunyai satu arti. Para tata bahasawan struktural, terutama penganut aliran Bloomfield, tidak lagi membicarakan kata sebagai satuan lingual; dan menggantinya dengan satuan yang disebut morfem. Tidak dibicarakannya hakikat kata secara khusus oleh kelompok Bloomfield karena dalam analisis bahasa, mereka melihat hierarki bahasa sebagai: fonem, morfem, dan kalimat.

2. Klasifikasi Kata 
Para tata bahasawan tradisional menggunakan kriteria makna dan kriteria fungsi dalam mengklasifikasikan kata. Kriteria makna digunakan untuk mengidentifikasikan kelas verba, nomina, dan ajektifa; sedangkan kriteria fungsi digunakan untuk mengidentifikasikan preposisi, konjungsi, asverbia, pronomina, dan lain-lainnya. Yang disebut verba adalah kata yang menyatakan tindakan atau perbuatan; yang disebut nomina adalah kata yang menyatakan benda atau yang dibendakan; konjungsi adalah kata yang berfungsi untuk menghubungkan kata dengan kata.

Para tata bahasawan strukturalis membuat klasifikasi kata berdasarkan distribusi kata itu dalam suatu struktur atau konstruksi. Misalnya, yang disebut nomina adalah kata yang dapat berdistribusi di belakang kata bukan; verba adalah kata yang dapat berdistribusi di belakang kata tidak; sedangkan ajektifa adalah kata yang dapat berdistribusi di belakang kata sangat.

3. Pembentukan Kata 
Untuk dapat digunakan dalam suatu kalimat, maka setiap bentuk dasar, terutama dalam bahasa fleksi dan aglutunasi, harus dibentuk lebih dahulu menjadi sebuah kata gramatikal melalui proses afiksasi, reduplikasi, maupun komposisi.
a. Inflektif 
Kata-kata dalam bahasa berfleksi, seperti bahasa Arab, bahasa Latin, dan bahasa Sansekerta, untuk dapat digunakan di dalam kalimat harus disesuaikan dulu bentuknya dengan kategori-kategori gramatikal yang berlaku dalam bahasa itu. perubahan atau penyesuaian bentuk pada verba disebut konyugasi, dan perubahan atau penyesuaian pada nomina dan ajektifa disebut deklinasi.

b. Deviratif 
Pembentukan kata secara inflektif tidak membentuk kata baru atau kata lain yang berbeda identitasnya dengan bentuk dasarnya; sedangkan pembentukan kata secara deviratif membentuk kata baru atau kata yang bentuk leksikalnya tidak sama dengan bentuk dasarnya. Misalnya, dari kata Inggris sing ’menyanyi’ terbentuk kata singer ’penyanyi’. Antara sing dan singer berbeda identitas leksikalnya, sebab selain maknanya berbeda, kelasnya juga berbeda; sing berkelas verba sedangkan singer berkelas nomina.

3. Proses Morfemis 
Berikut ini akan dibicarakan proses-proses morfemis yang berkenaan dengan afiksasi, reduplikasi, komposisi, konversi, dan modifikasi intern.
a. Afiksasi 
Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah bentuk dasar. Dalam proses ini terlibat unsur-unsur (1) bentuk dasar, (2) afiks, dan (3) makna gramatikal yang dihasilkan. Afiks adalah sebuah bentuk, biasanya berupa morfem terikat, yang diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata.

Dilihat dari posisi melekatnya pada bentuk dasar dibedakan adanya prefiks, infiks, konfiks, interfiks, dan transfiks. 
  • Prefiks : afiks yang diimbuhkan di muka bentuk dasar : me- pada kata menghibur  
  • Infiks : afiks yang diimbuhkan di tengah bentuk dasar : -el- pada kata telunjuk 
  • Sufiks : afiks yang diimbuhkan di belakang bentuk dasar : -an pada kata bagian  
  • Konfiks : afiks yang berupa morfem terbagi yang berposisi di muka dan belakang bentuk dasar : ke-/-an pada kata keterangan 
  • Interfiks sejenis infiks atau elemen penyambung yang muncul dalam proses penggabungan dua unsur : Stern (unsur 1) + Banner (unsur 2) → Stern.en.banner (bahasa Indo German)
  • Transfiks : sfiks yang berwujud vokal yang diimbuhkan pada keseluruhan dasar : k-t-b ’tulis’ (dasar dalam bahasa Arab) : kitab ’buku’, maktaba ’toko buku’

b. Reduplikasi 
Reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar. Dibedakan adanya reduplikasi penuh, seperti meja-meja, reduplikasi sebagian, seperti lelaki, dan reduplikasi dengan perubahan bunyi, seperti bolak-balik. Proses reduplikasi dapat bersifat paradigmatis (infleksional dan dapat pula bersifat devirasional. Reduplikasi yang infleksional tidak mengubah identitas leksikal, melainkan hanya memberi makna gramatikal. Misalnya, meja-meja berarti ’banyak meja’. Yang bersifat devirasioanal membentuk kata baru. Misalnya, kata laba-laba dan pura-pura.

c. Komposisi 
Komposisi adalah proses penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar, baik yang bebas maupun yang terikat, sehingga terbentuk sebuah konstruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbeda. Misalnya, lalu lintas, daya juang, dan rumah sakit. Produktifnya proses komposisi dalam bahasa Indonesia menimbulkan berbagai masalah, antara lain masalah kata majemuk, aneksi, dan frase.

Kata majemuk adalah kata yang memiliki makna baru yang tidak merupakan gabungan dari makna unsur-unsurnya. Misalnya, kumis kucing ’sejenis tumbuhan’, mata sapi ’telur yang digoreng tanpa dihancurkan’, dan mata hati.

d. Konversi, Modifikasi Internal, dan Suplesi 
Konversi, sering juga disebut devirasi zero, transmutasi, dan transposisi, adalah proses pembentukan kata dari sebuah kata menjadi kata lain tanpa perubahan unsur segmental. Misalnya, kata cangkul dalam kalimat Ayah membeli cangkul baru adalah nomina; sedangkan dalam kalimat Cangkul dulu baik-baik baru ditanami adalah sebuah verba.

Modifikasi internal adalah proses pembentukan kata dengan penambahan unsur-unsur (biasanya berupa vokal) ke dalam morfem yang berkerangka tetap (biasanya berupa konsonan). Misalnya, dalam bahasa Arab morfem dasar dengan kerangka k-t-b ’tulis’. 
  • katab ’dia laki-laki menulis’
  • maktub ’sudah ditulis’
  • maktaba ’toko buku’
Ada sejenis modifikasi internal yang disebut suplesi. Dalam proses suplesi perubahannya sangat ekstrem karena ciri-ciri bentuk dasar hampir atau tidak tampak lagi. Misalnya, kata Inggris go yang menjadi went; atau verba be manjadi was atau were.

e. Pemendekan 
Pemendekan adalah proses penanggalan bagian-bagian leksem atau gabungan leksem sehingga menjadi sebuah bentuk singkat, tertapi maknanya tetap sama. Misalnya, bentuk lab (utuhnya laboratorium), hlm (halaman), dan SD (Sekolah Dasar). Pemendekan ini mengahsilkan singkatan. Selain singkatan, ada akronim, yaitu hasil pemendekan yang berupa kata atau dapat dilafalkan sebagai kata. Misalnya, ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia), inpres (instruksi presiden), dan wagub (wakil gurbernur).

4. Morfofonemik 
Morfofonemik, disebut juga morfonemik, morfofonologi, atau morfonologi, adalah peristiwa berubahnya wujud morfemis dalam suatu proses morfologi. Misalnya, prefiks me- berubah menjadi mem-, men-, meny-, meng-, dan menge-. Perubahan fonem dalam proses morfofonemik dapat berwujud: 
  • Pemunculan fonem : me- + baca → membaca 
  • Pelesapan fonem : sejarah + -wan → sejarawan 
  • Peluluhan fonem : me- + sikat → menyikat 
  • Perubahan fonem : ber- + ajar → belajar  
  • Pergeseran fonem : ja.wab + an → ja.wa.ban








Bab 2

A.    PENGERTIAN MORFOLOGI
              Kata Morfologi berasal dari kata morphologie. Kata morphologie berasal dari bahasa Yunani “morphe” yang digabungkan dengan “logos”. Morphe berarti bentuk dan logos berarti ilmu. Bunyi [o] yang terdapat diantara morphed dan logos ialah bunyi yang biasa muncul diantara dua kata yang digabungkan.  Berdasarkan makna unsur-unsur pembentukannya itu, kata morfologi berarti ilmu tentang bentuk. Jadi, morfologi adalah suatu ilmu tatabahasa yang mempelajari tentang seluk beluk bentuk kata.
              Dalam kaitannya dengan kebahasaan, yang dipelajari dalam morfologi ialah bentuk kata. Selain itu, perubahan bentuk kata dan makna (arti) yang muncul serta perubahan kelas kata yang disebabkan perubahan bentuk kata itu, juga menjadi objek pembicaraan dalam morfologi. Dengan kata lain, secara struktural objek pembicaraan dalam morfologi adalah morfem pada tingkat terendah dan kata pada tingkat tertinggi.
              Itulah sebabnya, dikatakan bahwa morfologi adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk kata (struktur kata) serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap makna (arti) dan kelas kata.
Berikut kami sajikan pula pengertian morfologi menurut para ahli:
Ø  Morfologi adalah ilmu bahasa yang mempelajari seluk beluk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatikal maupun fungsi semantik (Ramlan, 1987: 21).
Ø  Morfologi adalah bidang linguistik yang mempelajari morfem dan kombinasi-kombinasinya; bagian dari struktur bahasa yang mencakup kata dan bagian-bagian kata yakni morfem (Kridalaksana, 1993: 51).
Ø  Morfologi adalah bagian dari tatabahasa yang membicarakan bentuk kata (Keraf, 1984: 51).
Ø  Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapatlah dinyatakan bahwa morfologi adalah bidang linguistik, ilmu bahasa, atau bagian dari tatabahasa yang mempelajari morfem dan kata beserta fungsi perubahan-perubahan gramatikal dan semantiknya.

              Bila kita terdengar arus ujaran seperti “Dody menyelesaikan pekerjaan itu”. Bentukan-bentukan yang terdapat dalam arus ujaran di atas semula belum dapat dipahami maksud dan tujuannya. Setelah kita pisahkan arus ujaran sesuai dengan bentuknya, maka menjadi Dody menyelesaikan pekerjaan itu. Tapi hasil pemisahan unsur bentuk kata menyelesaikan dan pekerjaan masih dapat dipecah lagi menjadi unsur-unsur men-, selesai, kan dan pe-, kerja, -an. Unsur-unsur selesai dan kerja serta unsur-unsur dody dan itu tidak dapat dipecah lagi. Unsur-unsur tersebut dapat langsung membina kalimat seperti dody selesai kerja. Pengertian dalam memecah-mecahkan unsur bentukan inilah yang dipelajari dalam morfologi. Dan ruang lingkup morfologimencakup morfem, morf, dan alomorf.

B.     IDENTIFIKASI MORFEM
              Morfem berasal dari kata “morphe” yang berarti bentuk kata dan “ema” yang berarti membedakan arti. Jadi sederhananya, morfem itu suatu bentuk terkecil yang dapat membedakan arti. Berikut pengertian morfem menurut beberapa ahli:
Ø  Morfem adalah satuan gramatikal terkecil yang mempunyai makna (Chaer, 1994: 146).
Ø  Morfem adalah satuan bahasa terkecil yang maknanya secara relatif stabil dan yang tidak dapat dibagi atas bagian bermakna yang lebih kecil; misalnya (ter-), (di-), (pensil), dan sebagainya adalah morfem (Kridalaksana, 1993: 141).
Ø  Morfem adalah kesatuan yang ikut serta dalam pembentukan kata dan yang dapat dibedakan artinya (Keraf, 1984: 52).
Ø  Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapatlah disimpulkan bahwa morfem tidak lain adalah satuan bahasa atau gramatik terkecil yang bermakna, yang dapat berupa imbuhan atau pun kata.
              Untuk membuktikan morfem sebagai pembeda makna dapat kita lakukan dengan menggabungkan morfem itu dengan kata yang mempunyai arti leksikal. Jika penggabungan itu menghasilkan makna baru, berarti unsur yang digabungkn dengan kata dasar itu adalah morfem.
Contoh:
·         Kata baik dengan kata membaik, jadi dengan kata menjadi, dan sebagainya. Kata baik mempunyai arti berbeda dengan kata membaik, karena kata baik terdiri dari satu morfem, sedangkan kata membaik terdiri dari dua morfem yaitu morfem terikat berupa me- dan morfem bebas berupa baik. Disini akan berbeda arti yang terkandung di dalamnya.
·         Morfem –an, -di, me-, ter-, -lah, jika digabungkan dengan kata makan, dapat membentuk kata makanan, dimakan, memakan, termakan, makanlah, yang mempunyai makna baru yang berbeda dengan makna kata makan.
              Untuk menentukan bahwa sebuah satuan bentuk merupakan morfem ataubukan kita harus membandingkan bentuk tersebut di dalam bentuk lain. Bila satuanbentuk tersebut dapat hadir secara berulang dan punya makna sama, maka bentuktersebut merupakan morfem. Dalam studi morfologi, satuan bentuk yang merupakanmorfem diapit dengan kurung kurawal ({ }) kata kedua menjadi {ke} + {dua}.

C.    MORF DAN ALOMORF
1.      Morf
              Morf adalah anggota morfem yang belum ditentukan distribusinya. Misalnya/i/ pada kata kenai adalah morf; morf adalah ujud kongkret atau ujud fonemis dari morfem, misalnya men- adalah ujud konkret dari meN- yang bersifat abstrak (Kridalaksana, 1993: 141). Jadi, sederhananya morf itu adalah nama untuk sebuah bentuk yang belum diketahui statusnya.
2.      Alomorf
              Alomorf adalah variasi bentuk morfem terikat yang disebabkan oleh pengaruh lingkungan yang dimasukinya, atau bisa juga dikatakan nama untuk bentuk tersebut kalau sudah diketahui statusnya. Dengan kata lain alomorf adalah perwujudan konkret (di dalam penuturan) dari sebuah morfem. Jadi setiap morfem tentu mempunyai almorf, entah satu, dua, atau enam buah. Contohnya,  morfem: me-, mem- men-, meny-, meng-, dan menge-.
              Dalam merumuskan alomorf ini, kita harus tahu lebih dulu morfem terikat apa yang melekat pada kata dasarnya. Untuk merealisasikan masalah tersebut, maka harus disesuaikan dengan kaidah-kaidah yang berlaku dalam bahasa Indonesia. Contoh-contoh alomorf dibawah ini:
·         ber-,              ber-                                be-                            bel-
                     berjalan                          bekerja                      belajar
                     berlari                            berenang                   -

·         me-,              me-                                men-                         mem-
                     melacak                         mendaki                   membeli
                     melarikan                       mencari                     mempercayai
                   
                     meng-                            meny-
                     mengoreksi                    menyapu
                     menggoreng                  menyanyi

·         pe-                pe-                                 pen-                          pem-
                     pelari                             pendatang                pembeli
                     penyanyi                        pencari                      pembanjak

                     peng-                             pel-
                     pengemudi                    pelajar
                     pengendara                    pelacur dan sebagainya.

              Bentuk linguistik di atas dapat berwujud morfem, morf, alomorf, kata, bahkan ada yang lebih tinggi tatarannya yaitu frasa, klausa dan kalimat. Kelompok terakhir ini tidak dibicarakan pada bab ini. Oleh sebab itu, bentuk-bentuk diatas terdiri atas satuan-satuan yang lebih kecil dan masih ada hubungan arti.

D.    KLASIFIKASI MORFEM

1.      Apabila ditinjau dari segi bentuknya dapat dibedakan menjadi:
a.      Morfem Bebas
              Morfem bebas adalah morfem yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai arti tanpa harus dihubungkan dengan morfem lain. Semua kata dasar tergolong sebagai morfem bebas. Misalnya buku, pensil, meja, rumah dan sebagainya. Contoh-contoh di atas dikatakan morfem karena merupakan bentuk terkecil yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai arti. Apabila bentuk itu kita pecah lagi, sehingga menjadi bu- ku, me- ja, pen- sil, ru- mah, dan seterusnya, maka bentuk bu- dan bentuk ku tidak mempunyai arti. Dengan demikian bentuk buku, meja, pensil dan rumah tidak dapat dipecah lagi. Bentuk yang demikian itilah yang disebut morfem bebas.

b.      Morfem Terikat
              Morfem terikat adalah morfem yang tidak dapat berdiri sendiri dan tidak mempunyai arti. Makna morfem terikat baru jelas setelah morfem itu dihubungkan dengan morfem yang lain. Semua imbuhan (awalan, sisipan, akhiran, serta kombinasi awalan dan akhiran) tergolong sebagai morfem terikat. Selain itu, unsur-unsur kecil seperti partikel –ku, -lah, -kah, dan bentuk lain yang tidak dapat berdiri sendiri, juga tergolong sebagai morfem terikat.
v  Morfem terikat apabila ditinjau dari segi tempat melekatnya dapat dibedakan menjadi:
ü  Prefiks (awalan)         :             me-, ber-, ter-, di-, ke-, pe-, per-, se-
ü  Infiks (sisipan)            :             -em, -el, er-
ü  Sufiks (akhiran)          :             -an, -i, -kan, -nya, -man, -wati, -wan, -nda
ü  Konfiks (gabungan)   :             ke+an, pe+an, per+an, me+kan, di+kan,
                                               me+per+kan, di+per+kan, me+per+i,
                                               di+per+i, ber+kan, ber+an.

v  Morfem terikat apabila ditinjau dari asal usulnya, maka dapat dibedakan menjadi:
ü  Morfem terikat asli bahasa Indonesia ; lihat contoh-contoh di atas.
ü  Morfem terikat dari bahasa asing, misalnya ;
o   Bahasa Jawa                 : tuna, tata, daya, wawan, pramu, sarwa.
o   Bahasa Sansekerta        : pra, swa, maha, pri, wan, man, wati
o   Bahasa Barat                : is, istis, isme, isasi, if, or, om, us, re, de,
                                      di, en, ab, in, eks, mon.
o   Bahasa Arab                 : i, wi, ani, ni, iah, at, mun, mat.

2.       Apabila ditinjau dari segi keutuhaannya dapat dibedakan menjadi:

a.       Morfem Utuh, yaitu morfem yang merupakan satu kesatuan yang utuh.
Misalnya, meja, kursi, rumah, henti, juang, dan sebagainya.

b.      Morfem Terbagi, yaitu morfem yang merupakan dua bagian yang terpisah atau terbagi. Misalnya, pada kata satuan (satu) merupakan morfem utuh dan (ke-/-an) adalah morfem terbagi. Semua afiks dalam bahasa Indonesia termasuk morfem terbagi.

3.      Apabila ditinjau dari segi maknanya dapat dibedakan menjadi:
a.       Morfem Bermakna Leksikal, yaitu morfem-morfem yang secara inher telah memiliki makna pada dirinya sendiri, tanpa perlu berproses dengan morfem lain. Misalnya, morfem-morfem seperti (kuda), (pergi), (lari), dan sebagainya adalah morfem bermakna leksikal. Morfem-morfem seperti itu sudah dapat digunakan secara bebas dan mempunyai kedudukan yang otonom dalam pertuturan.

b.       Morfem Tak Bermakna Leksikal, yaitu morfem-morfem yang tidak mempunyai makna apa-apa pada dirinya sendiri sebelum bergabung dengan morfem lainnya dalam proses morfologis. Misalnya, morfem-morfem afiks (ber-), (me-), (ter-), dan sebagainya.

4.      Morfem Segmental dan Suprasegmental 
            Perbedaan morfem segmental dan suprasegmental berdasarkan jenis fonem yang membentuknya. Morfem segmental adalah morfem yang dibentuk oleh fonem-fonem segmental seperti morfem {lihat}, {lah}, {sikat}, dan {ber}. Jadi semua morfem yang berwujud bunyi adalah morfem segmental. Sedangkan morfem suprasegmental adalah morfem yang dibentuk oleh unsur-unsur suprasegmenntal seperti tekanan, nada, durasi, dan sebagainya. Misalnya, dalam bahasa Ngbaka di Kongo Utara di benua Afrika, setiap verba selalu disertai dengan petunjuk kala (tense) yang berupa nada.

5.      Morfem Beralomorf Zero
            Dalam linguistik deskriptif, ada konsep mengenai morfem beralomorf zero atau nol (lambangnya berupa Ø), yaitu morfem yang salah satu alomorfnya tidak berwujud bunyi segmental maupun berupa prosodi (unsur suprasegmental), melainkan berupa ”kekosongan”. 
·                     Bentuk tunggal : I have a book ; I have a sheep 
·                     Bentuk jamak : I have two books ; I have two sheep
·                     Kata kini : They call me; They hit me
·                     Kata lampau : They called me ; They hit me
            Bentuk tunggal untuk book adalah books dan bentuk jamaknya adalah books; bentuk tunggal untuksheep adalah sheep dan bentuk jamaknya adalah sheep juga. Karena bentuk jamak untuk books terdiri dari dua buah morfem, yaitu morfem {book} dan morfem {-s}, maka dipastikan bentuk jamak untuk sheepadalah morfem {sheep} dan morfem {Ø}. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa {Ø} merupakan salah satu alomorf dari morfem penanda jamak dalam bahasa Inggris.
           
6.      Morfem Dasar, Dasar, Pangkal, dan Akar 
            Sebuah morfem dasar dapat menjadi sebuah bentuk dasar atau dasar (base) dalam suatu proses morfologi. Artinya, bisa diberi afiks tertentu dalam proses afiksasi, bisa diulang dalam suatu proses reduplikasi, atau bisa digabung dengan morfem lain dalam suatu proses morfologi.
            Istilah pangkal (stem) digunakan untuk menyebut bentuk dasar dalam proses infleksi, atau proses pembubuhan afiks infleksi. Misalnya, dalam bahasa Inggris kata books pangkalnya adalah book. Dalam bahasa Indonesia, kata menangisi pangkalnya adalah tangisi. Akar atau (root) digunakan untuk menyebut bentuk yang tidak dapat dianalisis lebih jauh lagi. Misalnya, kata Inggris untouchables akarnya adalah touch.
E.     Kata
1. Hakikat Kata 
            Menurut para tata bahasawan tradisional, kata adalah satuan bahasa yang memiliki satu pengertian; atau kata adalah deretan huruf yang diapit oleh dua buah spasi, dan mempunyai satu arti. Para tata bahasawan struktural, terutama penganut aliran Bloomfield, tidak lagi membicarakan kata sebagai satuan lingual; dan menggantinya dengan satuan yang disebut morfem. Tidak dibicarakannya hakikat kata secara khusus oleh kelompok Bloomfield karena dalam analisis bahasa, mereka melihat hierarki bahasa sebagai: fonem, morfem, dan kalimat.
            2. Klasifikasi Kata
            Para tata bahasawan tradisional menggunakan kriteria makna dan kriteria fungsi dalam mengklasifikasikan kata. Kriteria makna digunakan untuk mengidentifikasikan kelas verba, nomina, dan ajektifa; sedangkan kriteria fungsi digunakan untuk mengidentifikasikan preposisi, konjungsi, asverbia, pronomina, dan lain-lainnya. Yang disebut verba adalah kata yang menyatakan tindakan atau perbuatan; yang disebut nomina adalah kata yang menyatakan benda atau yang dibendakan; konjungsi adalah kata yang berfungsi untuk menghubungkan kata dengan kata.
            Para tata bahasawan strukturalis membuat klasifikasi kata berdasarkan distribusi kata itu dalam suatu struktur atau konstruksi. Misalnya, yang disebut nomina adalah kata yang dapat berdistribusi di belakang kata bukan; verba adalah kata yang dapat berdistribusi di belakang kata tidak; sedangkan ajektifa adalah kata yang dapat berdistribusi di belakang kata sangat. 
            3. Pembentukan Kata 
            Untuk dapat digunakan dalam suatu kalimat, maka setiap bentuk dasar, terutama dalam bahasa fleksi dan aglutunasi, harus dibentuk lebih dahulu menjadi sebuah kata gramatikal melalui proses afiksasi, reduplikasi, maupun komposisi.
a. Inflektif 
            Kata-kata dalam bahasa berfleksi, seperti bahasa Arab, bahasa Latin, dan bahasa Sansekerta, untuk dapat digunakan di dalam kalimat harus disesuaikan dulu bentuknya dengan kategori-kategori gramatikal yang berlaku dalam bahasa itu. perubahan atau penyesuaian bentuk pada verba disebut konyugasi, dan perubahan atau penyesuaian pada nomina dan ajektifa disebut deklinasi.

b. Deviratif 
            Pembentukan kata secara inflektif tidak membentuk kata baru atau kata lain yang berbeda identitasnya dengan bentuk dasarnya; sedangkan pembentukan kata secara deviratif membentuk kata baru atau kata yang bentuk leksikalnya tidak sama dengan bentuk dasarnya. Misalnya, dari kata Inggris sing ’menyanyi’ terbentuk kata singer ’penyanyi’. Antara sing dan singer berbeda identitas leksikalnya, sebab selain maknanya berbeda, kelasnya juga berbeda; sing berkelas verba sedangkan singer berkelas nomina. 
3. Proses Morfemis 
            Berikut ini akan dibicarakan proses-proses morfemis yang berkenaan dengan afiksasi, reduplikasi, komposisi, konversi, dan modifikasi intern.
a. Afiksasi 
            Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah bentuk dasar. Dalam proses ini terlibat unsur-unsur (1) bentuk dasar, (2) afiks, dan (3) makna gramatikal yang dihasilkan. Afiks adalah sebuah bentuk, biasanya berupa morfem terikat, yang diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata.
Dilihat dari posisi melekatnya pada bentuk dasar dibedakan adanya prefiks, infiks, konfiks, interfiks, dan transfiks. 
·                     Prefiks : afiks yang diimbuhkan di muka bentuk dasar : me- pada kata menghibur  
·                     Infiks : afiks yang diimbuhkan di tengah bentuk dasar : -el- pada kata telunjuk 
·                     Sufiks : afiks yang diimbuhkan di belakang bentuk dasar : -an pada kata bagian  
·                     Konfiks : afiks yang berupa morfem terbagi yang berposisi di muka dan belakang bentuk dasar : ke-/-an pada kata keterangan 
·                     Interfiks sejenis infiks atau elemen penyambung yang muncul dalam proses penggabungan dua unsur : Stern (unsur 1) + Banner (unsur 2) → Stern.en.banner (bahasa Indo German)
·                     Transfiks : sfiks yang berwujud vokal yang diimbuhkan pada keseluruhan dasar : k-t-b ’tulis’ (dasar dalam bahasa Arab) : kitab ’buku’, maktaba ’toko buku’

b. Reduplikasi 
            Reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar. Dibedakan adanya reduplikasi penuh, seperti meja-meja, reduplikasi sebagian, seperti lelaki, dan reduplikasi dengan perubahan bunyi, seperti bolak-balik. Proses reduplikasi dapat bersifat paradigmatis (infleksional dan dapat pula bersifat devirasional. Reduplikasi yang infleksional tidak mengubah identitas leksikal, melainkan hanya memberi makna gramatikal. Misalnya, meja-meja berarti ’banyak meja’. Yang bersifat devirasioanal membentuk kata baru. Misalnya, kata laba-laba dan pura-pura. 
c. Komposisi 
            Komposisi adalah proses penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar, baik yang bebas maupun yang terikat, sehingga terbentuk sebuah konstruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbeda. Misalnya, lalu lintas, daya juang, dan rumah sakit. Produktifnya proses komposisi dalam bahasa Indonesia menimbulkan berbagai masalah, antara lain masalah kata majemuk, aneksi, dan frase.
            Kata majemuk adalah kata yang memiliki makna baru yang tidak merupakan gabungan dari makna unsur-unsurnya. Misalnya, kumis kucing ’sejenis tumbuhan’, mata sapi ’telur yang digoreng tanpa dihancurkan’, dan mata hati.

d. Konversi, Modifikasi Internal, dan Suplesi 
            Konversi, sering juga disebut devirasi zero, transmutasi, dan transposisi, adalah proses pembentukan kata dari sebuah kata menjadi kata lain tanpa perubahan unsur segmental. Misalnya, kata cangkul dalam kalimat Ayah membeli cangkul baru adalah nomina; sedangkan dalam kalimat Cangkul dulu baik-baik baru ditanami adalah sebuah verba. 
            Modifikasi internal adalah proses pembentukan kata dengan penambahan unsur-unsur (biasanya berupa vokal) ke dalam morfem yang berkerangka tetap (biasanya berupa konsonan). Misalnya, dalam bahasa Arab morfem dasar dengan kerangka k-t-b ’tulis’. 
·                     katab ’dia laki-laki menulis’
·                     maktub ’sudah ditulis’
·                     maktaba ’toko buku’
            Ada sejenis modifikasi internal yang disebut suplesi. Dalam proses suplesi perubahannya sangat ekstrem karena ciri-ciri bentuk dasar hampir atau tidak tampak lagi. Misalnya, kata Inggris go yang menjadi went; atau verba be manjadi was atau were.

e. Pemendekan 
            Pemendekan adalah proses penanggalan bagian-bagian leksem atau gabungan leksem sehingga menjadi sebuah bentuk singkat, tertapi maknanya tetap sama. Misalnya, bentuk lab (utuhnya laboratorium), hlm (halaman), dan SD (Sekolah Dasar). Pemendekan ini mengahsilkan singkatan. Selain singkatan, ada akronim, yaitu hasil pemendekan yang berupa kata atau dapat dilafalkan sebagai kata. Misalnya, ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia), inpres (instruksi presiden), dan wagub (wakil gurbernur). 
4. Morfofonemik
            Morfofonemik, disebut juga morfonemik, morfofonologi, atau morfonologi, adalah peristiwa berubahnya wujud morfemis dalam suatu proses morfologi. Misalnya, prefiks me- berubah menjadi mem-, men-, meny-, meng-dan menge-. Perubahan fonem dalam proses morfofonemik dapat berwujud: 
·                     Pemunculan fonem : me- + baca → membaca 
·                     Pelesapan fonem : sejarah + -wan → sejarawan 
·                     Peluluhan fonem : me- + sikat → menyikat 
·                     Perubahan fonem : ber- + ajar → belajar  
·                     Pergeseran fonem : ja.wab + an → ja.wa.ban








Bab 3
JENIS KATA BAHASA INDONESIA
`        JENIS KATA BAHASA INDONESIA
            Peraturan pembagian kata menurut pandangan tradisional di dasarkan pada pembagian kata menurut arti dengan jenis katanya. Pembagian kata menurut pandangan struktural didasarkan pada pembagian kata yang dititikberatkan pada struktur bahasa yang bersangkutan. Pandangan ini mengatakan bahwa setiap bahasa memiliki struktur yang berbeda satu dengan lainnya.
Bapak tata bahasa tradisional, Aristoteles,seorang ahl filsafat Yunani, mengelompokkan jenis kata menjadi 10 jenis, yaitu:
1.      Kata benda        = Substantiva
2.      Kata ganti          = Pronomina
3.      Kata kerja         = Verba
4.      Kata sifat           = Adjektiva
5.      Kata keterangan = Adverbia
6.      Kata bilangan    = Numeralia
7.      Kata depan        = Preposisi
8.      Kata sambung   = Konjungsi
9.      Kata sambung   = artikel
10.  Kata seru          = interjeksi

1.      KATA BENDA  (Subtantive)
Kata benda adalah kata yang menyatakan nama semua benda atau segala sesuatu yang dibendakan. Menurut fungsinya (jabatannya) dalam kalimat, kata benda adalah kata yang lazimnya subjek (S) atau (O) objek.
Contoh :
Ibu membeli buku tulis
S                     O     O

a.       Pembagian Kata Benda
Menurut fungsi dan jabatannya dalam kalimat, kata benda dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu kata benda konkret dan kata benda abstrak.
1)      Kata Benda Konkret
Kata benda konkret adalah kata benda yang tertangkap oleh pancaindra atau dapat dirupakan. Yang termasuk kata benda konkret adalah:
a)      Nama diri              : nama-nama benda tertentu, misalnya Alfian, Bantaeng, Tolitoli dan sebagainya.
b)      Nama jens             : benda-benda tertentu yang jenisnya bersamaan, misalnya : mobil, rumah, orang, binantang, dan sebagainya.
c)      Nama zat               : benda-benda yang berarti bahan, misalnya: air, tanah, besi, minyak, emas, dan sebagainya.
d)     Nama kumpulan    : misalnya, pegunungan, lautan, daratan, dan sebagainya.
2)      Kata Benda Abstrak, yaitu kata benda yang tidak dapat diungkapakan oleh pancaindera. Yang termasuk kata benda abstrak adalah:
a)      Nama keadaan      : misalnya kebahagian, kemakmuran, kemiskinan, dan sebagainya.
b)      Nama pekerjaan    : misalnya tugasnya, lainnya, kerjanya, suaranya,dan sebagainya.
c)      Nama sifat             : misalnya kemiskinan, kekayaan, kecurangan, kegemaran, dan sebagainya.
d)     Nama ukuran         : misalnya, volume, isi, panjang, luas, beratnya, dan sebagainya.
e)      Nama panggilan    : misalnya, keyakinan, kepercayaan, keuntungan, kerugian, dan sebagainya.

b.      Bentuk Kata Benda
Bentuk kata benda dalam bahasa Indonesia dapat dibagi menjadi 2 bagian. Yaitu:
1)      Kata dasar,  irama benda yang terdiri atas kata dasar, kata yang tidak berimbuhan ataupun kata ulang.
Contoh: buku, pensil, orang, laut, air,dan sebagainya.
2)      Kata jadian, kata benda yang merupakan kata jadian, yaitu nama benda yang terdiri atas:
a)      Kata jadian yang sebenarnya, misalnya; penulis, kedududkan, kelahiran, kecurangan, dan sebagainya.
b)      Kata ulang, misalnya: rawa-rawa, pulau-pulau,rumah-rumah, dan sebagainya.
c)      Kata majemuk, misalnya : rumah makan, papan tulis, mata air, dan sebagainya.

2.      KATA GANTI ( Pronomina)
Kata ganti adadalah kata yang menggantikan benda atau sesuatu yang dbendakan. Kata ganti dapat dibedakan menjadi:
a.       Kata ganti orang, yaitu kata yang menggantikan orang atau benda penggantinya.
Contoh :
1)      Kata ganti orang 1 :  orang yang berbicara, yaitu:
-          Kata ganti orang  I tunggal : aku , saya, hamba
-          Kata ganti orang I jamak    : kita , kami

2)      Kata ganti orang II : orang yang diajak berbicara, yaitu:
-          Kata ganti orang II tunggal : kamu, engkau, tuan
-          Kata ganti orang II jamak    : anda , kalian

3)      Kata ganti orang III : orang yang dibicarakan, yaitu:
-          Kata ganti orang III tunggal : ia, dia, beliau
-          Kata ganti orang III jamak   : mereka
b.      Kata ganti kepunyaan, yaitu kata ganti yang menunjukkan milik, biasanya terletak dibelakang kata benda yang diterangkan,dan bentuknya diringkaskan.
Misalnya: aku, ku, mu, nya.
c.       Kata ganti penunjuk, yaitu kata ganti yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu : biasanya ditempatkan dibelakang kata benda, waktu, keadaan, dan kejadian-kejadian yang ditunjukkan. Misalnya : ini, itu.
d.      Kata ganti penghubung, yaitu kata yang menghubungkan suatu kata benda  dengan sifat-sifatnya atau dengan kata yang menerangkannya.
Misalnya: yang, tempat, dimana
e.       Kata ganti tanya, yaitu kata yang menanyakan benda atau yang dibendakan serta keterangannya.
Misalnya: apa, siapa, mana, bagaimana, berapa
1)      Fungsi kata ganti orang, antara lain:
-          Penunjuk pelaku, sebagai subjek;
-          Penunjuk milik/kepunyaan, selaku mengikuti kata benda miliknya;
-          Menyatakan objek penderita (O1);
-          Menyatakan objek penyerta (O2);
-          Menyatakan objek pelaku (O3);
-          Menyatakan pertalian maksud, ditempatkan dibelakang kata tugas/depan.
2)      Fungsi kata ganti penunjuk, antara lain:
-          Menunjuk waktu, dan
-          Sebagai kata sandang.
3)      Fungsi kata ganti penghubung, antara lain:
-          Sebagai penghubung kata benda dengan kata lain;
-          Pengantar anak kalimat;
4)      Fungsi kata ganti tanya, antara lain:
-          Menanyakan benda;
-          Menanyakan sifat;
-          Menanyakan waktu;
-          Menanyakan situasi,dan sebagainya.
3.      KATA KERJA (Verb)
Kata kerja adalah kata yang menyatakan perbuatan atau pekerjaan.
Contoh;
-          Ibu memasak di dapur.
-          Adik bermain-main di halaman.
-          Matahari hampir terbenam.
a.       Ciri – ciri kata kerja
1)      Biasanya bukan kata pertama dalam kalimat;
2)      Dapat didahului leh kata-kata, seperti; akan, hendak, sedang, sudah, hampir.
Contoh : akan pulang, hendak makan, sedang bekerja, sudah berangkat, hampir jatuh.
3)      Tidak dapat didahului oleh awalan ter- yang berarti paling.
b.      Bentuk – bentuk Kata Kerja
1)      Bentuk kata dasar, misalnya: makan, minum. Pulang, pergi. Dan sebagainya.
2)      Bentuk kata berimbuhan, misalnya: menulis, bekerja, memakan, menari, dan sebagainya.
3)      Bentuk kata ulang, misalnya: berjalan-jalan, memukul-mukul,menari-nari, berteriak-teriak,dan sebagainya.
4)      Bentuk kata majemuk, misalnya: berkeras hati, bermain api, memeras keringat, dan sebagainya.
c.       Fungsi Kata Kerja
1)      Subtantiva (sebagai subjek/S)
Contoh :
Memahatmemerlukankeahlian
      S              P                  O
2)      Predikatif (sebagai predikat)
Contoh
Ibu /  sedang memasak
 S               P
3)      Atributif ( sebagai kata sifat menerangkan S/ Ket.S)
Contoh
Anak /  belajar / jangan disuruh
   S        ket.S              P
4.      KATA SIFAT (Adjektiva)
Kata sift adalah kata yang menyatakan/menerangkan sifat khusus, watak, atau menyifatkan benda atau yang dibendakan.
Contoh:
pekarangan luas.
Barang mahal biasanya tahan lama.
a.       Ciri-ciri Kata Sifat
Kata sifat umumnya berada sesudah kata benda, tetapi tidak semua kata yang menerangkan kata benda merupakan kata sifat.
Contoh
Rumah kayu
Buku bacaan
Kayu dan bacaan bukan kata sifat
b.      Bentuk /macam Kata Sifat
1)      Kata sifat yang berbentuk dari kata dasar.
Contoh: cerdik, pintar, bodoh, tua, muda, cantik, kurus, gemuk, dan sebagainya.
2)      Kata sifat yang berbentuk dari kata ulang.
Contoh: cantik-cantik, warna-warni,berlubang-lubang,dan sebagainya.
3)      Kata sifat yang berbentuk dari frase.
Contoh: berhati mulia, berjiwa besar, berpikiran maju, baik hati, dan sebagainya.
4)      Kata sifat yang berbentuk dari kata serapan/punggut
Contoh: primer, sekunder, amoral, produktif, asosial, aktivitas, dan sebagainya.
c.       Fungsi Kata Sifat
1)      Subtantif (sebagai subjek/S)
Contoh : putih / tanda suci
                 S            P
2)      Predikatif (sebagai predikat/ P)
Contoh : Barang itu / mahal
                   S                P
3)      Atributif ( Sebagai keterangan Subjek. Ket. S)
Contoh : mobil mewah itu sangat mahal
                  S      ket. S                P
d.      Tingkat Perbandingan Kata Sifat
Tingkat perbandingan adalah tingkat-tingkat sifat suatu benda yang dibentuk dengan kata lain/ imbuhan sehingga membentuk frase.
Ada 4 jenis tingkat perbandingan, yaitu:
1)      Tingkat kurang            =  kurang pandai, kurang tinggi
2)      Tingkat sama               =  sama pintar, sama pendek
3)      Tingkat lebih               = lebih baik, lebih makmur
4)      Tingkat sangat/paling = sangat rajin, paling kaya, sangat sederhana, palingmewah

e.       Perluasan Kata Sifat
Kata sifat dapat diperluas dengan cara sebagai berikut:
1)      Kata sifat didahulu dengan kata kurang,sama, lebih sangat/paling, atau ditambah dengan kata sekali.
Contoh:
Kurang pandai, sama pandai, lebih pandai, sangat/paling, dan pandai sekali.
2)      Menambah awalan se- dan akhiran –nya
Contoh :
Setinggi-tingginya, sedalam-dalamnya, secepat-cepatnya.
f.       Perubahan Jenis Kata
Kata sifat dapat dirubah menjadi kata benda dengan cara sebagai berikut
1)      Menambahkan akhiran –nya.
Contoh :
Manis  = manisnya
Tinggi  = tingginya
2)      Menambahkan awalan pe-
Contoh
Takut   = penakut
Malas   = pemalas
Mabuk = pemabuk
3)      Menambahkan konfiks ke-an
Contoh
Indah   = keindahan
Ramai  = keramaian
Mewah            = kemewahan
5.      KATA KETERANGAN (Adverbia)
Kata keterangan adalah kata yang menerangkan kata yang bukan kata benda. Jadi kata keterangan dapat menerangkan kata kerja, kata sifat, kata bilangan, dan sebagainya.
Contoh
-          Menerangkan kata kerja : berlari cepat
-          Menerangkan kata sifat : lahan yang sangat subur
-          Menerangkan kata bilangan : hampir satu bulan
Menurut artinya, kata keterangan dapat dibagi menjadi:
a.       Keterangan Waktu
1)      Masih berlaku, misalnya : sedang, sekarang, lagi, baru, tengah, dan sebagainya.
2)      Sudah lalu, misalnya : telah, baru-baru ini, sudah, habis, dan sebagainya.
3)      Akan datang, misalnya: besok, lusa, nanti, kemudian, dan sebagainya.
4)      Frekuensi, misalnya: kadang-kadang, jarang, sering, pernah, dan sebagainya.
5)      Lamanya perbuatan, misalnya : berjam-jam, berhari-hari, berminggu-minggu, dan sebagainya.
b.      Kata Keterangan Tempat
Kata keterangan tempat umumnya ditambah dengan kata depan : di, ke, dari, ke sana, ke sini, hingga, sampai, dan sebagainya.
c.       Kata Modalitas
Kata keterangan modalitas adalah kata keterangan yang menyatakan:
1)      Kepastian, misalnya ; tentu, pasti, misalnya, benar, dan sebagainya
2)      Kesangsian, misalnya : mungkin, barangkali, entah, dan sebagainya.
3)      Ingkaran, misalnya: tidak, jangan, mustahil, bukan, dan sebagainya.
4)      Keinginan, misalnya : semoga, mudah-mudahan, sebaiknya, seharusnya, dan sebagainya.
5)      Ajakan, misalnya : mari, ayo, baik, dan sebagainya.
6)      Pengakuan, misalnya : betul, benar, uya, dan sebagainya.
d.      Kata Keterangan Tekanan
Kata keterangan tekanan memberi tekanan atau penegasan pada kata atau kelompok kata dalam kalimat.
Misalnya: pun, lah, kah, dan sebagainya.
e.       Kata Keterangan Sifat dan Jumlah
Kata keterangan sifat dan jumlah terdiri atas kata-kata seperti : sangat, amat, terlalu, makin, hampir, hanya, dan sebagainya.
6.      KATA BILANGAN (Numeralia)
Kata bilangan adalah kata-kata yang menyatakan/menunjukkan bilangan atau jumlah suatu benda.
a.       Kata Bilangan Utama, yakni:
1)      Kata bilangan utama tentu, misalnya: satu, dua, tiga, seratus, seribu, dan sebagainya.
2)      Kata bilangan utama tak tentu, misalnya: sedikit, banyak, semua, dan sebagainya.
b.      Kata Bilangan Tingkat, yakni:
1)      Kata bilangan tingkat tentu, misalnya: kesatu, kedua, orang kedua, soal keempat, dan sebagainya.
2)      Kata bilangan tingkat tak tentu, misalnya: kesekian, beberapa yang terakhir, dan sebagainya.
c.       Kata Bantu Bilangan
Misalnya: sebatang...., sebilah....., seutas...., secarik..., dan sebagainya.
cakrawala
bentuk-bentuk kata bilangan
1.      Kata bilangan asal, misalnya: satu, sepuluh, ratus, ribu, juta, dan sebagainya.
2.      Kata bilangan bersambungan, misalnya: kesatu, kedua, perempat, persepuluh, dan sebagainya.
3.      Kata bilangan berulang, misalnya: satu-satu, dua-dua, empat-empat, dan sebagainya.
4.      Kata bilangan majemuk, misalnya: dua ratus, tiga ratus, dua juta, lma belas, dan sebagainya.
7.      KATA DEPAN (Preposisi)
Kata depan atau kata perangkai adalah kata yang menghubungkan kata benda dengan kata lainnya. Pada umumnya terletak di depan kata benda, dan kata-kata yang dihubungkannya berlainan jabatannya. Contoh kata depan: dari, di, ke, dengan, karena, sebab, oleh karena, untuk, perihal, guna, sampai, hingga, dan sebagainya. Jenis kata depan ada dua, yaitu: kata depan sejati dan kata depan tak sejati.
a.       Kata depan sejati (Asli) : di, ke, dan dari
-          di         : menunjukkan pada suatu tempat.
-          Ke       : menunjukkan temapt yang dituju
-          Dari     : menunjukkan tempat yang ditinggalkan/asal.
b.      Kata depan tak sejati (Tak asli) : dapat dibedakan menjadi 3 macam, yakni:
1)      Kata depan tunggal (tak Majemuk), misalnya: akan, demi, dengan, untuk, antara, serta, pada, tentang, karena, atas, bagi, guna, dan sebagainya.
2)      Kata depan majemuk, selalu diawali dengan kata depan sejati: misalnya: daripada, dari luar, dari dalam, dari atas, ke atas, ke dalam.
3)      Kata depanyang berupa kata kerja, misalnya: hendak, sampai, menjelang, melayang.
Contoh:
-          Niatnya hendak pergi jauh (untuk)
-          Menunggu sampai malam (hingga)
8.      KATA SAMBUNG (Konjungsi)
Kata sambung atau kata penghubung adalah kata yang bertugas menghubungkan dua kalimat menjadi satu kalimat yang utuh.
Contoh :
a.       Ibu membeli sayur,ikan
Ibu membeli sayur dan ikan
b.      Badar bekerja sampai malam, badannya pegal-pegal.
Badar bekerja sampai malam hingga badannya pegal-pegal.
Berdasarkan sifat-sifat hubungan yang dilakukan oleh kata penghubung, maka kata sambung dapat menjadi beberapa macam:
a.       Menyatakan gabungan, misalnya : dan, serta, lagi, lagi pula.
b.      Menyatakan pilihan, misalnya: atau, baik......, maupun, atau.....atau.
c.       Menyatakan waktu, misalnya: waktu, bila ketika, sambil.
d.      Menyatakan sebab/akibat: karena, oleh karena itu, maka, sehingga, sebab.
e.       Menyatakan tujuan/maksud: agar, dengan, demikian, supaya, bila.
f.       Menyatakan penentangan: tetapi, pdahal, melainkan, sedangkan.
g.      Menyatakan pengandaian: seandainya, andaikata, andaikan.
h.      Menyatakan syarat: asal.asalkan, kecuali.
i.        Menyatakan kesertaan: bersama, dengan, beserta.
j.        Menyatakan perlawanan: walaupun, meskipun, sungguhpun, namun.
k.      Menyatakan perbandingan: seperti, sebagai, laksana.
l.        Menyatakan peningkatan: makin, semakin, makin.....makin, kian.....kian.
m.    Menyatakan penjelasan: adalah, ialah, yaitu, yakni.
n.      Menyatakan kesinambungan: mula-mula......, akhirnya......., setelah itu......
catatan:
        Untuk menentukan perbedaan jenis kata sambung, kata depan, kata keterangan, dan sebagainya kadang-kadang aga sulit, hal ini karena belum ada batas tertentu untuk menentukan jenis-jenis kata tersebut.
Perhatikan perbedaan kata sambung dengan kata depan berikut!
-          Ibu memotong sayur dengan pisau (dengan=kata depan)
-          Ibu pergi dengan adik (dengan kata sambung)
9.      KATA SANDANG (Artikel)
Kata sandang adalah kata yang menentukan atau membatasi kata benda. Kata sandang umumnya terletak didepan (sebelum) kata benda.
Pengguna kata sandang
a.       Menjadikan kata-kata atau bagian kalimat bersifat kata benda.
b.      Memberikan kententuan kepada kata benda.
Kata sandang terdiri atas 8 macam, yakni : si, sang, hang, dang, para, yang, se, nya.
a.       Kata sandang si
Dipakai untuk nama diri, orang, atau binantang, misalnya si manis, si ana, si juara, si kucing.
b.      Kata sandang sang
Dibakai sebagai berikut:
-          Di depan nama-nama dewa : sang Siwa, sang Surya, sang Candra.
-          Sebagai gelar raja: sang Prabu.
-          Di depan jenis hewan dalam dongeng : sang Kancil, sang Gajah.
-          Di depan benda yang dihormati: sang merah-putih, sang Dwi Warna.
c.       Kata sandang hang
Hanya dipakai dalam bahasa melayu klasik, untuk gelar laki-laki yang mulia, misalnya: hang tuah, hang jabat.
d.      Kata sandang dang
Dipakai sebagai penunjuk wanita yang mulia, misalnya: Dang Sutinah.
e.       Kata sandang para
Digunakan penunjuk yang lebh terhormat dan penunjuk jamak, misalnya: para undangan, para pendengar, para hadirin.
f.       Kata sandang yang
Dipakai sebagai berikut
-          Di muka kata benda: kamera yang mahal, siswa yang baik.
-          Di muka kata keadaan: yang suka, yang gembira, yang senang, yang elok.
-          Di muka kata ganti benda: yang itu, yang ini.
-          Di muka kata bilangan: yang kedua, yang kesepuluh.
Selain kata sandang yang dapat juga berfungsi sebagai kata ganti penghubung.
Contoh:
-          Siswa yang berkelahi.......
-          Buku yang dibeli.......
g.      Kata sandang se
Dipakai sebagai kata sandang tak tentu, misalnya: seorang, seekor, seutas.
h.      Kata sandang nya
Dipakai sebagai kata sandang penentu dan dipakai sebagai akhiran, misalnya: bukunya, saatnya,kerjanya, waktunya.
10.  KATA SERU (Interjeksi)
Kata seru adalah kata yang menyatakan luapan perasaan atau emosi.
Kata seru, mempunyai ragam dan variasi.
a.       Kata seru yang berdiri sendiri
Contoh:
Wah! Astafirullah!
b.      Kata seru yang rangkaiannya berbeda, kedudukan terpisah, dan tidak mempunyaijabatan dalam kalimat.
Contoh:
Ah kamu jangan berbuat kejam!
Hei/ mau/ kemana /engkau!
      P           K          S






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERUSAHAAN INDONESIA B2B B2C C2C

Ini adalah perusahaan indonesia yang menerapkan B2B, B2C ,C2C B2B Garuda Indonesia (http://www.garuda-indonesia.com) ...